Jumat, 16 Oktober 2015

Maaf, Pangeran Saya Tidak Berkuda! (2)

(Membedakan Cinta dan Emosi)

"Saya bukan siapa-siapa. Keluarga saya biasa saja. Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa... Tapi insyaAllah saya berniat membangun keluarga yang baik."

Tegas dia berbicara. Yakin dia berpenampilan. Mantap ia menyusun kalimat di depan sesepuh keluarga saya. Keluarga saya yang sebagian ada di dalam ikut mengintip kami pelan-pelan. Setengah tertawa mungkin melihat proses perkenalan kami.

"Masihkah mau menerima saya?"

O, o... Senyum saya yang tipis tertutup kepala saya yang menunduk. Ya. Seorang laki-laki datang pada saya. Bukan dari ITB bukan Harvard. Bukan pangeran seperti yang saya bayangkan. Tidak menawarkan pacaran, tapi pernikahan. Muka saya sungguh terasa panas karena menahan sesuatu yang ingin meledak di dada. Ya, suara deg-deg itu menghantam kuat seperti mau keluar. Saking panasnya muka saya, warnanya mungkin sudah terlihat sangatlah merah. Saya tak kuasa memandang wajahnya. Hei, apa yang terjadi? Laki-laki ini bukan pangeran impian saya! Tapi laki-laki ini, sholeh, berpendidikan, berkarakter. Apalagi? Saya memang belum merasa jatuh cinta... Sudah saya katakan, bukan? Laki-laki ini bukan pangeran impian saya! Tapi kenapa ada reaksi fisiologis seperti ini? Maka ketika kalimat itu keluar dari lisannya, "Boleh kok melihat wajah saya. Kan biar tidak ada penyesalan di kemudian hari." *ya ampyun* Laki-laki ini ternyata punya bakat narsis! Kali ini saya tersenyum geli, tapi muka tetap saja tak berani melawan kenarsisan sang lelaki.

Singkat kata, saya dan keluarga menerima pinangannya. Laki-laki itu pun pulang bersama keluarganya, meninggalkan suara detak yang tak biasa di dada saya. Tubuh seperti melayang tiap detiknya. Begitu ringan. Sepanjang waktu bulan sabit berpindah ke bibir saya. Baru pertama kali ini saya merasakannya. Inikah yang disebut cinta? Saya tak pernah punya pacar. Meski tidak sedikit yang menawarkan cinta, saya sungguh tak pernah punya pacar. Keluarga menggoda, menyerang tiada tara....

"Nyari istri apa nyari pengurus oraganisasi? Kok yang ditanyain visi misi?"

"Nyari guru ngaji 'kali. Yang ditanyain kok hapalan Qurannya!"

Whatever... Anjing menggonggong, emang kafilah mau dengerin?

Selanjutnya hari-hari saya penuh bunga dan pelangi berwarna-warni (ini ungkapan yang kliseeeee banget. Tapi saya lagi nggak punya ide untuk menggambarkan perasaan yang lebih berwarna dari ini). Ternyata perasaan ini sudah membius otak dan memberi efek narkoba! Saya bisa ringan melayang...

Inikah cinta?

 http://www.chickensmoothie.com/Forum/viewtopic.php?f=66&t=1217188

Maka pada malam pernikahan kami, ketika saya sibuk diluluri, teman-teman yang ngikut berkumpul di dalam kamar mulai membentuk formasi berjajar kepala secara vertikal, mengintip calon suami dari balik pintu kamar sambil cekikikan. Tak jarang mereka melempar kata dan senyum usilnya pada saya. India banget, deh, pokoknya. Tapi berhubung saya sudah terlanjur fly, rasanya keusilan mereka menambah pasokan bunga di hati saya.

Pun ketika kemudian saya berjajar di pelaminan. Saya tidak bisa duduk dengan tenang. Ada rasa yang seperti ingin meloncat-loncat dibuatnya. Kata sebuah buku yang saya baca, tubuh saya telah memproduksi zat feromon, zat pembawa sensasi. Sifat dari senyawa ini tidak kasat mata, mudah menguap, tidak dapat diukur, tetapi ada dan dapat dirasakan oleh manusia. *udah woiii udah* Ia biasa dikeluarkan oleh tubuh saat sedang berkeringat yang biasanya tertahan dalam pakaian yang kita gunakan. Sinyal kimia ini berada di udara dan tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan namun keberadaannya bisa dirasakan oleh vomeronasalorgan (VMO) di dalam indra penciuman yang kemudian dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis. *fiuuuh* Maka dalam hitungan detik, akan ada respon dari otak yang akan mengubah detak jantung, pernafasan, temperatur tubuh, peningkatan kerja hormon testoteron atau hormon esterogen dan kelenjar keringat. Jadi tahu, kan, kenapa jantung saya bunyinya lain, pipi saya panasnya lain, dan keringat saya baunya... masih bau yang sama, bisa wangi kalau pakai parfum!

Berhubung senyawa aneh ini dapat menimbulkan rasa ketertarikan antara dua orang berlainan jenis ketika dua orang berdekatan dan bertatapan mata, maka di pelaminan itu saya duduknya mepet sama pegangan kursi. Agak jauhan, bo! Takut saya jadi aneh ketika feromon laki-laki itu tercium oleh VMO saya yang kepekaannya ribuan kali lebih besar daripada indera penciuman. Beneran, saya takut loncat-loncat kegirangan sebagai akibat reaksi fisiologis. Apa akibat darah cheerleader ya? *coret*

Inikah cinta?

Awal pernikahan kami lalui dengan masa perkenalan. Kami tidak saling mengenal sebelum kami menikah. Di masa ini, saya kembali berkenalan dengan sebuah hormon. Oksitosin namanya. Ia bisa menginduksi perasaan cinta, rasa percaya, dan kemurahan hati. Sentuhan sederhana dan ringan, seperti usapan, tepukan di pundak, atau pelukan, sudah cukup untuk membuat otak memproduksi hormon ini dan mengirimkannya ke sistem tubuh. Jika ini terjadi, tingkat hormon stres pun akan berkurang, menurunkan tekanan darah, dan memberikan rasa kedekatan. Maka saya pun mengerti, kenapa ketika suami saya yang bahkan hanya menggenggam tangan saya, bisa membuat saya merasa begitu tenang...

Inikah cinta?

Ini memang cinta. O Tuhan! *tepuk jidat* Tapi bukan pada pangeran? Hari gini??? Pangeran? Ayo, dong, realistis napa. Tapi saya pernah mengalami rasa deg-deg-an begini ketika dulu itu? Pikiran saya menawar. Oke, deg-deg-an... Tapi perasaan nyaman dan tenang itu? Perasaan yang ringan sepanjang waktu? Perasaan yang tidak ingin berpisah sedetikpun? Yang dulu itu tidak selengkap dan sepanjang ini otakmu mengingat! Nurani saya berisik. Cinta monyet? Cinta sejati? Siapa yang iseng melabeli perasaan ini?

Kamu jatuh cinta! Itu teriakan nuraniku berkali-kali. Dia juga pangeran! Lulusan Libya yang pinter nulis dan luas ilmunya. Pangeran yang berpengetahuan pada gelombang ke empat! Pengetahuan agama. Kelak orang akan kelelahan dan mencari hal-hal yang berbau relijiusitas dan spiritualitas xixixixixixi Ah, ngawurnya saya menambah-nambah teori Toffler!

Tak mau salah mendeteksi perasaan, saya buka ingatan saya tentang teori cinta jaman saya duduk di bangku kuliah psikologi dulu. Suara deg-deg di jantung saya kala duduk di kelas SMP dan SMU itu hanya reaksi emosional atas barang bagus saja, sifatnya temporer. Maksudnya? Saya pernah deg-deg-an. Pada saat saya duduk di bangku SMP, SMU, atau saat laki-laki itu melamar saya. Deg-deg-an yang sama! Malu yang sama! Tapi kenapa saya belum merasa saya jatuh cinta pada saat itu? Itulah yang saya bilang hanya reaksi. Bahkan bunyi deg-deg-an pada saat SMP dan SMU itu tak mengganggu hingga sekarang. Terpikirkan pun tidak.

Sedangkan saya merasa feel saya dapat dari laki-laki yang telah menjadi suami saya ini. Saya menerimanya dulu karena dorongan ketertarikan secara intuitif. Perasaan saya yang bicara begitu. Ketika bersamanya emosi cinta saya terpelihara. Tidak meluap-luap atau menghancurkan seolah-olah saya akan melakukan apa saja demi dia. Segala macam senyawa kimia cinta terproduksi secara kontinyu setelah pada pandangan pertama seolah saya tak dapat mengontrolnya.

Ya saya jatuh cinta! Jatuh cinta yang tenang. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Setelah harus berpikir lama, membaca-baca beberapa teori, merasa seperti orang idiot dan infantil, saya menyadari bahwa saya sedang jatuh cinta. Demikian ribetnya. Tapi saya memang jatuh cinta. Pada pangeran yang tak mengajak saya terbang dengan karpetnya... atau pangeran yang lulusan ITB.

Dialah ayah dari anak-anak saya. Pangeran yang tidak menunggang kuda.

à end


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats