Hari Minggu kemarin saya menghadiri sebuah perhelatan
pernikahan seorang teman kami di Caraka Loka di pusdiklat Kemenlu,
Senayan. Yang namanya menghadiri undangan pernikahan,
entah bagaimana sejarahnya, saya bersemangat sekali.
dok. pribadi
Yang paling ekstrim adalah saat kehamilan pertama. Saya
sampai nyidam menghadiri acara pernikahan. Setiap acara resepsi pernikahan yang bisa
diwakilkan, saya selalu dengan senang hati menggantikannya. Bahkan, saat
menghadiri acara pernikahan seorang teman yang saya ingat betul, saya sampai
harus pulang dengan bibir ditekuk dan kepala cenat-cenut. Pusing!
Ceritanya sederhana. Waktu itu saya datang bertiga dengan teman setelah acara
resepsi selesai. No buffet! Wong pas datang, makanan yang
disajikan secara prasmanan sudah ditutup. Maka, kami disuguhi makanan dengan
"servis-baki", bukan buncket (baca: bangke) yang prestisius
itu. American service. Yakni, ada seorang
pelayan yang membawa baki berisi nasi soto untuk kami. Kalau di meja makan American Service, menu
soto itu masih masuk appetizer yang sekelas dengan cream soup
yang lezat, maka di kampung nasi soto sudah termasuk main menu. Nah,
masalahnya, sebagai main menu, nasi soto itu biasanya ditumpuki telur
ayam separo dengan tambahan kerupuk udang.
| ARTIKEL LAIN | Meskipun Setahun Lalu Masih Sama ....
Piring pertama beredar pada dua orang tamu sebelum kami.
Pembawa baki membawa satu nampan berisi tiga piring yang oleh sebab saya duduk
pas di samping kedua tamu itu, maka piring ketiga itu jatuh di tangan saya. Sepotong telur nampak
meringis di piring saya. Tidak ada kerupuk. Tapi, as I told you, suka
cita saya menghadiri acara pernikahan itu mengalahkan keresahan saya soal
kerupuk yang tidak nongol. Wong ya bukan kewajiban naruh kerupuk di atas
nasi soto yang gurih itu.
Ceritanya jadi lain ketika pembawa baki nasi soto untuk kedua teman saya itu akhirnya datang. Saya ternganga tak percaya melihat dua
kerupuk udang nangkring di atas piring kedua teman saya. Irrational! Ora
umum! Ning, saya beneran mau nangis itu.... Dan seperti yang telah
saya kisahkan sebelumnya, saya pulang dengan perasaan kesal, kepala pusing, dan
nggak bisa tidur siang. Sampai malam saya harus menata hati untuk berpikir
rasional. Salah sendiri, lho, datang kok ya pas acara sudah selesai.... Yang
namanya acara sudah selesai itu kan ya servisnya tidak bisa maksimal. Ada yang rejekinya dapat kerupuk, ada yang
tidak. Saya pun mengelus-elus janin di dalam perut saya
dan mendoakannya agar menjadi anak yang shalih dan tidak aneh-aneh kelak.
Kembali ke Caraka Loka dan tinggalkan tragedi kerupuk udang. Hari itu, saya puas makan
sepiring nasi dan sepotong kebab bersama suami lengkap dengan segelas air
Fanta. Kami berdua cekikikan mengingat betapa kami sudah lama tidak duduk di
restoran atau jajan kebab di pinggir jalanan negara Arab berdua saja. Sepotong
kebab membuat kami mengobrol tentang betapa kami seringkali merindukan masa
lalu dalam pernikahan.
Saya jadi ingat akan ikrar pernikahan saya. Dimana saat itu laki-laki di sebelah
saya ini tengah berucap akad pernikahan di sebuah ruang keluarga yang hanya
bisa saya tangkap suaranya yang keras dan cepat itu dari dalam kamar pengantin
saya. Ah, cepat dan keras. Mungkin laki-laki itu gugup di antara bahagianya.
Saya mengingat, selepas itu kami harus melalui
kerikil-kerikil yang berjudul "penyesuaian diri". Kami saling tidur
berhadapan dan tak jarang saling memunggungi. Kami terus berusaha menyapa
hati-hati kami dan berdamai dengan segala hal yang mampu merusak bangunan kebersamaan
yang semakin hari semakin kokoh dan kuat.
Kok ya sudah tiga anak yang sekarang melengkapi kebersamaan kami.... Kok ya masih saja
kami belajar untuk menjadi sebuah sinergi yang mempu bertahan dan berkekuatan
dunia-akhirat....
Mata saya rembes. Kok ya sudah sebelas tahun berlalu....
Saat saya cekikikan sambil makan
kebab bersama suami, di panggung sana, mungkin sang pengantin tengah
berpandangan penuh senyum. Penuh arti. Bahagia hari ini. Dan berharap bahagia
di hari-hari, minggu-minggu, bulan-bulan, tahun-tahun yang akan datang.
Pernikahan adalah awal sebuah mimpi, selanjutnya, kita hanya akan berusaha
keras dan bahkan menyerah begitu saja pada takdir.
Selamat menempuh hidup baru!
| ARTIKEL LAIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar