Jalan-jalan naik
mobil ke Margonda akhir pekan terutama setelah tanggal 25 itu sih “aduh”
banget. Macet udah dari Kartini. Semua pada pengen belanja? Padahal bagi kami, keluarga PNS, tanggal 25 adalah tanggal
tua :D Tanggal mengencangkan ikat pinggang agar tabungan tidak terus mengalami
derita tiada akhir.
Jadilah saya dan
suami naik motor. Tapi sih sebenarnya naik motor itu enak buat kami berdua jika
sedang leluasa bepergian tanpa anak-anak. Cepat dan praktis. Saya dapat bonus
bisa terus pegang pinggang suami XD Meskipun motor kami motor sejuta umat,
maksudnya bukan motor badan gede, sensasinya tetaplah penuh kehangatan. Bahkan
kepanasan :X
Tujuan kami
sebenarnya adalah sebuah bank syariah. Tapi sayang, tutup. Mengira hari Sabtu
bank tersebut akan buka, kami datang tanpa ada rencana selainnya. Jadilah kami
bengong sejenak di depan kantornya. Mau ke mana kita selanjutnya?
Toko buku besar
di daerah Margonda. Kami sepakat menuju ke sana. Btw, nanggung ternyata ya … :D
Baiklah, kita nge-mall. Saya janji mau nraktir kopi. Tapi rupanya,
sampai di sana suami sungguh menyesal XD Saya akhirnya dapat satu setel baju
dan sebuah tas setelah melontarkan rayuan maut berupa gombalan-gombalan yang
sebenarnya sudah sering ia dengar. Tapi saat ia berkata, “Karena Mas sayang
Adek,” saya jadi sadar kalau ternyata dia lebih gombal XD Jadi, bye bye
deh “mengencangkan ikat pinggang”. Siapa suruh gelar dagangan di lobby mall?
Tapi lumayan juga saat dapat voucher belanja 50rb dan tiket 50% free
masuk Jungle Land. Lumayan … lumayan … suami dapat kaos satu. Aduh, Mas, kapan
terakhir kita cekikikan berdua jalan-jalan seperti ini?
Kita sempet
mampir di toko buku di mall itu. “Surga”. Tak puas rasanya kalau tidak
bergerak ke seluruh sudutnya. Suami seperti biasa, akan berlama-lama melihat
cetakan terjemahan AlQuran atau kitab-kitab lain. Melihat kitab mana yang bisa
dipakai untuk memudahkan orang yang tidak berbahasa Arab.
Yang bikin saya
kecewa, dari dua toko buku yang pernah saya singgahi akhir-akhir ini, tidak
banyak buku sosbud dan filsafat yang bisa saya temukan seperti dulu. Essay-essay
atau buku-buku yang mengupas pemikiran-pemikiran lokal atau luar. Di sini dari
ujung ke ujung paling banyak adalah novel. Aneka jenis novel. Kemudian buku
anak, buku kurikulum, dan buku teknologi. Fiuuuh.
Hingga akhirnya
saya terpaku pada buku-buku Emha Ainun Nadjib. Sejujurnya saya bukan fan
beliau. Hanya pernah menikmati satu dua karya-karyanya baik tulisan ataupun
syairnya dengan iringan Kiai Kanjeng. Saya suka La Tahzanu yang simpel, sedikit
ngArab, dan syahdu itu.
Saya mengambil
sebuah buku dan membaca sinopsisnya. Di situ Cak Nun bicara soal agama “birokrasi”.
Agama yang membuat takut pada atasan. Agama yang membuat seseorang berperilaku
semata-mata karena ketakutan pada Allah. Ketakutan pada surga dan neraka. Sementara
mereka tidak berpikir tentang “jalan”-nya. Apakah mereka sendiri bahkan tidak
peduli dengan pikiran dan perasaannya sendiri? Saya sebenarnya tidak tahu
apakah kalimat itu retoris atau memang beneran pembuka dialog :D Kalau saya
sendiri cenderung melihat gejala seperti itu. Saya cukup dialog dengan diri
sendiri. Atau paling banter dengan suami, sahabat yang asyik buat diusilin,
dipelorotin, diikutin, dan didengerin nasehatnya XD
Seperti biasa,
suami cuma senyum mendengar celoteh saya yang meletup-letup hingga saya
kemudian bertanya, “Sebenarnya ada ngga sih, Mas, Allah nyuruh kita buat
berpikir ke dalam diri kita sendiri alih-alih hidup bagaikan robot yang
harus taklid dari segala sudut yang tak pernah habis dibahas dan diperdebatkan?”
وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚأَفَلَا تُبْصِرُون
"dan (juga) pada dirimu sendiri. Apakah kamu tiada memperhatikan?" (51:21)
Itu jawaban
suami. Hmmm … entah kenapa saya langsung kebayang istri pertama pelaku poligami
:X *SKIP* Sejujurnya, banyak yang saya pikirkan pada akhirnya sampai suami
membuka suaranya lagi, “Mau ngga Adek AlQuran ini? Lumayan, terjemahan perkata.
Adek bisa lebih mudah langsung mengetahui artinya.” Aduh, siapa yang
bisa nolak? Apalagi desain kavernya keren. Warna hitam dengan ukiran yang
manis. Makasih, Mas :*
Acara di mall pun berakhir. Kami ngga jadi ngopi-ngopi. Lanjut makan siang, kami memutuskan untuk mencari tempat makan yang baru di sepanjang Margonda. Dapat. Ngga sengaja juga pas kebetulan ketemu macet dan mata suami langsung bentrok dengan papa namanya yang menggoda.
Dari depan nampak kecil. Terasa cukup sulit ditemukan kalau kita berkendara begitu saja. Kami pun memutuskan mampir. Begitu masuk, kami disambut gamelan Jawa xixixixixixixi *bayangin Kebo Giro. Udah kayak mantenan. Duh, rasanya adem setelah terbebas dari jalanan yang cukup rame dan udara panas siang itu. Dalamnya tidak terlalu luas tapi lumayan. Yang saya suka, interiornya Jawa banget. Furniturnya warna tanah. Mata jadi nyaman. Kepikiran buat ngajak ketemu teman di sana buat ngobrol suatu saat.
Makanannya? Cukup banyak menu yang ditawarkan dalam buku yang berisi tulisan ejaan lama. Sedikit aneh dengan gaya Jogja mereka menampilkan menu Jawa Timuran: aneka olahan soto Madura, rawon, dan paket bebek/ayam. Sungguh, “gue banget”. Gabungan budaya Mataraman dan Surabaya. Rasa makanannya menurut saya kurang mantab. Kami memesan nasi bebek dan rawon. Semuanya agak keasinan. Mungkin karena Madura banyak garam? XD Untuk minuman, kami memesan segelas jeruk dan segelas minuman dengan nama yang asing di telinga yang ternyata cukup aneh rasanya. Ramuan kapulaga, kayu manis, dan jahe. Tapi cukup segar saat disajikan dengan gula dan es batu. Sejak terakhir mencicipi kopi Arab, kami hampir tidak pernah menikmati minuman dengan celupan kapulaga. Rasanya begitu tajam. Saya sendiri biasanya hanya meminum campuran teh dan kayu manis atau campuran jahe, sereh, dan teh bikinan mama. Secara umum … lumayan. Kami menikmati makan siang kami di tempat yang kami sukai.
Dan acara kencan kami pun selesai hari itu. Menembus kemacetan Margonda, kami pulang dengan banyak tas belanja yang membuat jarak antara saya dan suami di atas sepeda motor kami xixixixixixi.
>> maaf tak ada foto-foto karena hape yang simpan file lagi error *_*
Memang suami istri perlu kencan yang dijadwalkan..penting itu..
BalasHapusBetul, Mbak. Kencan itu penting ... Kami lebih sering spontan ^^ Terima kasih sudah mampir
HapusJadinya jalan2 apa naik mobil sih mbak? Jalan2 apa naik motor? Huehehee...
BalasHapusCuit cuiiiit, yg jln berduaan :D
Gak penting, Bang Dedi. Yang penting mah berduaaa XD
Hapus