Suatu hari saya asyik ngobrol di sebuah
komunitas online … oke, KOPI. Sedikit ngiklan, ini adalah sebuah koalisi blogger dan jurnalis yang berkomitmen untuk selalu menerbitkan informasi dunia
perfilman, fashion, kuliner, dan travelling berbasis good news. KOPI,
Koalisi Online Pesona Indonesia.
Jadi di tengah obrolan kami tentang sebuah
film yang mengharu biru, tiba-tiba seorang teman perempuan saya berkomentar, “Aku
senang kalau ada lelaki bisa berderai air matanya.”
Seketika saya terhenyak. What? Dan
tiba-tiba kalimat itu jadi echo: “Aku senang kalau ada lelaki bisa
berderai air matanya.”
Sekilas mungkin ini terasa seperti perempuan
yang puas lihat seorang laki-laki menderita. Semacam … dendam feminist?
Hmmm … lupakan. Atau, female submission? Hahahaha. Not sure. Saya
mesti nanya apa maksudnya.
Buat saya, melihat lelaki dewasa yang
terkadang perilakunya hampir mirip bocah di tengah-tengah maskulinitasnya
yang-tak-boleh-dibantah itu terlihat sedikit seksi. Dalam arti yang
sebenarnya. Bayangkan, pria dewasa yang gagah, sedikit sombong, merasa kuat,
dan … ganteng berotot *oke, yang ini bonus xixixixixi* itu mengeluarkan air
mata dalam diam. Mereka ngga bakal seperti wanita yang begitu dramatis dan
cenderung menangis-itu-cewek-sekali dengan atraksi-atraksi profesional seperti menutup
wajah dengan menggeleng kuat-kuat, menekan intonasi tangisan, atau bahu yang
berguncang-guncang, dan ... ingus yang meleleh-leleh? *ouch* Tidak. Laki-laki menangis dengan tenang.
Saya memiliki seorang suami yang selama
belasan tahun saya menikah tidak pernah terlihat menangis. Dulu sekali pernah,
ia menangis untuk pertama kalinya ia mendengar cerita saya. Ia menangis karena
saya. So sweet. Tapi sekarang ia tak pernah menangis. Hingga kadang saya
khawatir: benarkah ia baik-baik saja? Saya khawatir tidak bisa peka dengan
perasaannya dan tidak bisa menghiburnya saat ia benar-benar membutuhkan saya.
Tapi ia selalu bilang, “semuanya baik-baik saja, Adek. Ngga usah khawatir.” Dan,
memang, semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang berubah dan tidak ada yang
tidak biasa. Dia terlihat sangat maskulin dan stabil.
Melihat ayahnya yang demikian tenang, saya
suka mengamati anak lelakinya yang lahir dari rahim saya. Laki-laki kecil itu
selalu menangis setiap saat. Selalu memeluk saya. Begitu ekspresif mengadukan
segala macam hal-hal tak nyaman yang dialaminya. Lalu saya memeluknya dan
memberinya sebuah senyum yang menenangkan. Begitu mudah mengenali emosinya. Dan
saya merasa … mungkin ia akan bertumbuh seperti ayahnya? Laki-laki kecil yang
akan beranjak dewasa dan menyimpan air matanya? Jadi puaskanlah, Nak,
menangislah dalam dekapan Bunda sebelum hari itu terjadi. Dengan sebab yang tak
pernah bunda pahami.
Begitulah, saya penasaran dengan
pernyataan kawan perempuan saya mengapa ia suka melihat laki-laki menangis. Lalu
apa jawabnya?
”Ada beberapa fakta tentang laki-laki yang
sulit dipahami wanita. Salah satunya adalah sulitnya mengapresiasi perasaan.
Jika lelaki menangis tandanya hati dan tubuhnya bekerja. Itu membuat wanita
bisa mengambil peran yang pas di sampingnya.”
Waww! Right. Exactly. Itu “gue
banget”. Itu “cewek banget”. Please, Sir, perempuan bukan
cenayang yang bisa meraba isi kepala dan hati Anda. Perempuan cuma bisa meraba …
kulit dan dompet Anda. #nyengir #kode Oke, lupakan. Buat kami itu kerja berat
sebagaimana Anda juga bekerja berat untuk memahami kami. Mungkin jika laki-laki
keberatan tentang “air mata yang berderai” setidaknya pertimbangkan soal “ekspresikan
isi hatimu” hahahahaha.
So, ingin dengar
pendapat laki-laki kenapa mereka susah menangis, saya bertanya pada teman main
saya, Google. Apa jawabnya?
“Ladies, laki-laki menyimpan air matanya untukmu.
Mereka harus melindungimu. Mereka selalu ingin memastikan bahwa kamu baik-baik
saja. Semua baik-baik saja, aman, dan terkendali. Apakah kalian pikir air mata
adalah simbol ‘semua baik-baik saja’?”
Saya terdiam. Lama. Untuk saya. Semua untuk
saya. Dari awal menikah hingga tahun ini, semua untuk saya. Untuk perempuan.
Hmmm … rasanya detik ini juga saya ingin perempuan mengeluarkan
sapu tangan dan memberikannya pada seluruh laki-laki baik di luar sana dan
berkata, “Gentlemen, saya pikir … Anda tetap butuh menangis. That is why we are
united. Tears of pain, tears of joy. Kami juga ingin hidup untuk Anda!”
Lalu seorang teman laki-laki dalam komunitas
obrolan kami menimpali, “Percayalah, laki-laki juga bisa menangis, kok. Saat ia
dikalahkan oleh kesombongannya. Saat ia menundukkan hati untuk ikhlas dan tahu
diri.”
Saya terdiam. Dan entah kenapa, saya semakin ingin
membagikan sapu tangan.
Saya sering banget liat suami saya menangis, pas kami kehilangan anak, saya keguguran, dia lagi berdoa di makam anak saya, ato lagi keingetan anak pasti nangis.
BalasHapusIya, Bun ^^ Waktu saya keguguran anak pertama kami, suami juga nangis karena kami nunggunya lumayan lama. Mungkin mengikhlaskan sesuatu dan merasa diri tak berdaya cukup mengaduk emosi laki-laki ya?
Hapussepakat sama judulnya mbak "Laki-Laki Menangis Itu Seksi" :)
BalasHapusXixixixixixixi tos, Bun!
HapusBaiklah. Cari obat tetes mata di apotik dulu :-P
BalasHapusCUT!
Hapus*yang lebih alamiii, Mas Ko*
TAKE, ACTION!