Rabu, 04 November 2015

Mereka Bisa Jatuh Cinta Pada Saya



Hai, apa kabar? ^^

Pagi  itu saat sedang duduk di depan standing stove menunggui schotel yang mulai terpanggang, saya merasakan kesunyian yang merangkul tubuh. Beberapa waktu lalu saya masih merasakan sibuk dan ramai dengan suara suami juga anak-anak. Suami yang cemberut dan beraksi diam seribu bahasa jika saya memilih hape dan mengacuhkannya, yang membuat saya segera meletakkan dan berlari untuk melayaninya. Sayalah yang menjadi pusat perhatian saat harus melenggang kesana kemari menyiapkan sarapan ataupun seragam. Sayalah yang mengomel saat anak-anak susah dibangunkan, saat anak-anak kurang sabar menunggu untuk dilayani, saat ayah mereka juga ribut menanyakan sesuatu sampai ribut merayu sesuatu. *ehem* Saya kadang berpikir, suara saya sepertinya yang paling ramai di rumah ini. Lalu semua mendadak sepi. Hanya saya dan balita, si bungsu, yang asyik bermain boneka di samping saya. 

Zuppa Soup: breakfast?
(dok. pribadi)

Bagaimana seandainya saya juga meninggalkan rumah dan bergabung dengan aktifitas di luar sana? Bergabung dengan para pekerja? Apakah hidup saya akan selalu ramai tanpa ada jeda yang demikian sunyi? 

Hidup saya tidak selalu cerah ceria dengan baju-tas-sepatu indah dan aroma tubuh yang wangi seperti banyak wanita lainnya. Dan bertemu dengan banyak lelaki yang juga “mampu berpakaian dengan benar”. *coret* XD Tidaklah semeriah kehidupan luar yang hiruk pikuk dengan umpatan atau tawa. Hidup saya tiap pagi bahkan adalah rutinitas ibu bergamis daster yang mengantar anaknya ke sekolah dan berharap tidak bertemu “orang penting” selama perjalanan itu karena, sungguh, saya malas sekali melakukan upacara mandi sebelum keluar rumah di mana setelahnya saya harus ngepel atau menggosok kamar mandi. Saya tidak mau dianggap sebagai social climber saat mereka membandingkan daster saya dengan outfit saat saya duduk santai, ngeteh cantik, di sebuah kedai kopi sejuta umat berkelas internasional. Hidup saya tidak se”memaksa” itu, for your info :p

Belasan tahun lalu, mungkin saya pernah memimpikan hiruk pikuk seperti itu. Menjadi wanita pekerja yang sibuk. Memiliki self-achievement “yang tinggi”, bargaining “yang tinggi”, apalah apalah. Tapi ternyata pernikahan saya memberikan jalan yang berbeda. Saya seperti terciptakan untuk mendampingi lelaki yang menyukai peran saya di rumah. Saya teringat bagaimana saya harus mulai belajar mengurus rumah selepas pernikahan kami. Hingga bertahun-tahun kemudian seiring kehadiran anak-anak, saya mulai bersetia untuk memberikan pendampingan terbaik. Hingga saya “menyadari” sesuatu … “apa sih definisi self-achievement”. Ini selalu tentang diri saya sendiri, di mana pun saya menjejak. 

Ya, hidup saya terlihat begitu sederhana dengan peran domestik ini. Jauh dari apa yang disebut kerumitan dunia publik. Tapi saya merasa dari dalam rumah inilah saya bisa menampilkan seorang suami yang bahagia agar bisa berperan maksimal dalam pelayanannya untuk masyarakat. Dari dalam rumah ini pula saya akan mengantarkan tiga anak yang kelak akan menjadi hebat dengan apapun profesinya kelak. Dari rumah ini, saya menjadi diri saya sendiri. 

Apakah saya bisa meyakinkan diri bahwa di luar sana orang-orang tidak pernah merasai kesunyian? Bukankah ramai dan sunyi akan selalu hadir silih berganti seperti keseimbangan yang selalu hadir dalam dunia ini? Meski jauh dari keramaian, saya bisa merasakan kebahagiaan. Meskipun kadang kesunyian menyapa, saya selalu yakin bahwa rumah ini akan segera kembali ramai dan bersinar oleh tawa dan teriakan anak-anak serta suami. Hingga hal yang paling sederhana dan tampak remeh sekalipun: saat mereka berteriak lapar dan tersenyum mencari saya. Dunia terasa penuh saat saya bisa memberikan sajian yang selalu membuat mereka terpesona. Mereka bisa jatuh cinta berkali-kali pada saya. 

Ah! Schotel saya telah matang rupanya. Tampak nikmat sekali! Sumber tenaga dan kebahagiaan bagi kehidupan di muka bumi ini. Hahahahaha. 

 Pai Skotel
(dok. pribadi)

8 komentar:

  1. Saya juga dulu pernah merasakan ingin berada di hiruk pikuknya dunia luar.

    Well, tulisan ini merepresentasikan saya juga, terima kasih sudah berkenan menulis dan berbagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali, Bun ^^ Terima kasih berkenan membaca.

      Hapus
  2. Selalu suka dg tulisannya dan ini menyemangati hari2 berdaster saya :)

    BalasHapus
  3. Mau Resep schotelnya :D
    Hidup itu pilihan, mau seperti apa, kita sendiri yang menentukan, karena masing-masing punya jalannya.
    Yang penting ya self achievement itu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Buuuun ^^ Sepakat pake bingit. Terima kasih sudah mampir. Resep skotelnya susah juga ya menjelaskan sebab sering tidak memakai takaran pasti XD

      Hapus
  4. Idem mba, saya juga tipikal males mandi dan males keluar. Tapi ga menolak diajak keluar kalo ada yg mentraktir :D secara ibu rumah tangga wajib berhemat mendekati masa pensiun suami yang tinggal sepuluh tahun lagi :D Btw saya suka sunyi, saat sunyi saya bisa menelaah apa saya mulai tersesat dibelantara dunia atau masih mendamba akhirat. Atau malah merindu kopdar dengan mba di tulung agung ...hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah ... satu budaya nih xixixixixi budaya males mandi, males keluar, mau ditraktir, suka sunyi. Btw, kenal Tulungagung juga? Asyiiiik. Salam kenal.

      Hapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats