Apa saja cara
meraih kesuksesan dalam membuat sebuah film? Salah satunya, tentu, adalah
dengan mengangkat novel best seller. Kendala yang mungkin ada adalah
basis fan novel yang terlanjur jatuh cinta dengan novelnya, yang tak rela
imajinasi mereka yang sudah mapan itu dikerjakan sembarangan, atau justru
penulisnya sendiri yang tak mau itu terjadi. Demikian dengan film Ketika Mas
Gagah Pergi (KMGP).
Seperti pengakuan Helvy Tiana Rosa, penulis novel KMGP, ada 11 Production House (PH) yang sudah
melamar cerita ini untuk difilmkan. Namun penulis yang cukup idealis ini
memutuskan untuk memproduksi sendiri bersama Indo Broadcast dan ACT (Aksi Cepat
Tanggap). Helvy mengaku ingin menyampaikan nilai kemanusiaan-relijius dalam
novelnya ini dengan lebih ringan dan menarik agar anak muda dari berbagai
kalangan dapat dengan mudah memahami dan mengambil nilai-nilai positif yang
ada. Helvy ingin ruh KMGP muncul dan berkisah tentang kehidupan itu sendiri.
KMGP bukanlah film yang hanya menjual cerita.
Ada tiga hal
menarik dari perjuangan idealisme seorang Helvy yang terjun langsung menjadi
produser film untuk pertama kalinya ini melalui tagline “Kita yang
Modalin, Kita yang Buat, Dunia yang Nonton”.
Pertama, dunia
yang nonton. Kisah KMGP sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang. Dan ini
merupakan pasar istimewa. Ditulis pertama kali tahun 1992 dan kemudian
diterbitkan pada tahun 1997, novel ini sudah dicetak ulang 39 kali hingga kini oleh
penerbit besar Indonesia. Dengan demikian, novel ini memiliki fan para muda
yang tidak sedikit dan terus berkembang. Apalagi, fan mulai dari tahun 90-an
adalah fan yang royal dan setia. Ini terlihat saat salah satu jaringan mereka, Forum
Lingkar Pena, ikut aktif mendukung proses pembuatan hingga promosi untuk
menjaring pendukung dan penonton yang terus menerus dilakukan oleh Helvy dan
tim.
Ingin lebih meluaskan
jangkauan penggemar itulah Helvy tidak berhenti pada kepuasan akan pasar
istimewa ini. Ia ingin dunia bisa menikmati nilai-nilai kemanusiaan-relijius
ini. Semua itu terwujud secara indah saat beberapa komunitas seperti Halal
Network HPAI, Smart Club Surabaya, Masyarakat Relawan Indonesia, Hijabers Mom
Community, Tangan Di Atas (TDA), dll. turut berkomitmen untuk mendukung dan
siap membeli tiket KMGP di muka (presale).
Kedua, kita yang
buat. Helvy betul-betul terjun langsung bersama orang-orang baru, selain menggandeng
para sineas profesional. Misinya adalah mengajak dan membuka diri pada semua
kalangan untuk ikut berpartisipasi dalam film ini. Ada banyak orang di sini,
sebut saja musisi Dwiki Dharmawan, sutradara Firmansyah, penulis skenario Fredy
Aryanto, editor Rizal Basri, Wulan Guritno, Mathias Muchus, Epy Kusnandar, mantan
artis cilik Joshua Herman, Ustadz Salim A. Fillah, Abdur Komika, dll.
Untuk artis utama, Helvy mengaku memiliki idealisme menggandeng anak-anak muda yang
betul-betul baru yang kehidupan sehari-harinya tidak jauh berbeda dengan
perannya dalam KMGP. Helvy dan tim ingin membuat tokoh yang benar-benar baru
agar tak terbawa oleh banyak imej yang sudah dimiliki para artis yang telah
eksis. Audisi telah dilakukan berbulan-bulan yang lalu melalui media sosial
yang berhasil memunculkan nama Hamas Izzudin (Mas Gagah), Masaji Wijayanto
(Yudi), Izzatin Ajrina (Nadia), Aquino Umar (Gita).
Ketiga, kita yang
modalin. Ya! Dengan tidak menyerah pada urusan permodalan, Helvy mampu
mewujudkan dan mempertahankan ide yang memiliki tanggungjawab besar pada
kemanusiaan. Dengan memanfaatkan kekuatan tagline “Kita yang Modalin,
Kita yang Buat, Dunia yang Nonton”, kekuatan jaringan fan dan komunitas, isu
kemanusiaan seperti donasi pada kawan-kawan di Indonesia Timur dan juga
Palestina, dan isu lingkungan hidup melalui gerakan menanam pohon dan peduli
petani, Helvy mulai mewujudkan pendanaan yang kuat secara mandiri untuk membiayai
produksi film. Gerakan mencari dana mandiri untuk mengerjakan sebuah film cukup
marak saat ini. Di antaranya dapat dilihat di sini.
Selain pembukaan
donasi di rekening, Helvy dan tim mulai merumuskan sebuah teknik marketing
yang cukup matang, yakni komitmen pembelian 550 ribu lembar tiket presale
seharga Rp 100.000,- hingga akhir Desember ini. Dengan berbagai manfaat yang
akan diperoleh dengan uang yang terbilang mahal untuk sebuah tiket, tentu saja
harapannya adalah bahwa penonton tahu bahwa pembelian itu tidak hanya berbicara
soal komersialisme: kami tidak menjual tiket untuk ditukar dengan sebuah film. Helvy
dan tim cukup optimis mengingat ide ini disambut baik oleh jaringan dan
komunitas pendukung KMGP yang siap mewujudkannya.
![]() |
KMGP |
Demikianlah
tentang KMGP. Film yang mulai melakukan proses syuting sejak Oktober lalu di Jakarta hingga Maluku Utara akan
dijadwalkan tayang pada Januari tahun depan dengan rencana penayangan
serentak di lima kota besar: Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan.
Berminat ikut menjadi bagian dari “kita” pada tagline “Kita yang
Modalin, Kita yang Buat, Dunia yang Nonton”? Kunjungi kmgp.club atau
kmgpthemovie.com!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar