Sabtu, 14 November 2015

WUBA! (Jumpalitan Menjadi Mama Keren) -2-


Saved by Janna Gisler (Malo)




Jadi gini, ….
Mungkin Anda seorang perempuan yang akhirnya menjadi seorang … istri dan ibu. Ehem.
Galau? Pasti.
Sebenarnya sih karena ada perubahan PETA.
Oke!
Dulu Anda single, happy, banyak mimpi, bebas, dan lain-lainnya, dan lain sebagainya. Saya juga begitu.
Sekarang? Saya menjadi pusing dengan banyaknya pikiran, tugas, tanggungjawab, bla bla bla, dan lain sebagainya, dan lain sebagainya. Ada suami, anak, orangtua, mertua, teman, sahabat, atasan, anak buah, asisten, tetangga, debt collector, dan lain sebagainya, dan lain sebagainya, dan lain sebagainya! Saya bahkan susah untuk mengejanya.
Rumit, ‘kan? Terlalu luas? Iya. Saya juga pusing. Sebab itulah, untuk hidup yang lebih terarah dan berkualitas, saya mencoba untuk mengurainya. Saya akan coba fokuskan pada hal yang lebih sempit: kehidupan inti saya sehari-hari. Saya akan lebih fokus pada diri sendiri dalam porsi yang besar, hubungan saya dengan suami, anak, dan orang lain yang secara umum memengaruhi lingkaran hidup saya. PETA saya adalah: saya, suami, anak, dan orang lain.

Inilah Saya!


OBROLAN 1
“Kata "vertikal" dalam persepsi saya  selalu menyediakan bayangan "siapa yang di atas" dan "siapa yang di bawah". Sedangkan kata horisontal selalu menghadirkan persepsi kesetaraan, sama bagus, sama keren, sama ideal yang tentu saja miturut versi masing-masing. Bahkan, salah seorang sahabat saya pernah bilang bahwa idealisme itu berarti “ideal-is-me”. Setiap individu pasti merasakan sebagai "me". Tentu saja, masing-masing sama senang di-aku-kan.”



 Idealisme Mbak-Mbak dan Ibu-Ibu

Soal idealisme ini, saya lebih suka menggunakan kata "dan" daripada "vs". Mengapa? Saya selalu berpikir bahwa idealisme masing-masing orang itu lebih bersifat horisontal daripada vertikal.
Kata "vertikal" dalam persepsi saya  selalu menyediakan bayangan "siapa yang di atas" dan "siapa yang di bawah". Sedangkan kata horisontal selalu menghadirkan persepsi kesetaraan, sama bagus, sama keren, sama ideal yang tentu saja miturut versi masing-masing. Bahkan, salah seorang sahabat saya pernah bilang bahwa idealisme itu berarti “ideal-is-me”. Setiap individu pasti merasakan sebagai "me". Tentu saja, masing-masing sama senang di-aku-kan.
Lalu, apa iya, dua idealisme jika dibenturkan akan menjadi bermasalah? Dua hal yang berbeda jika diversuskan itu akan mendatangkan rasa tak nyaman? Ada apa dengan idealisme "mbak-mbak" dan "ibu-ibu" ini?
Saya pernah merasai menjadi "mbak-mbak". Menjadi "mbak-mbak" ini membuat saya merasa keren minta ampun. Jelas dong, masih single, masih seger, masih kinclong, masih lucu-lucunya kalau lagi manyun (at least, that's what a single man said about me and decided to marry me, hehe), dan yang penting, saya adalah seorang fresh graduate. No wonder, idealisme saya juga jadi unik, dong! Saya ingin sekolah lagi. Saya ingin jadi dosen yang hobi nulis jurnal dengan pemilikan perpustakaan pribadi yang at least 3x4m. See? Belum kebayang, deh, untuk jadi stay at home my. So?
So, dengan idealisme seperti itu dulu, jika saya bertemu dengan ibu-ibu di sebuah acara publik yang sibuk bertukar resep atau ribut membahas baju yang akan dikenakan untuk menghadiri sebuah undangan, dengan "rese" saya akan melirik sambil bergumam, "Astagaaa..., ibu-ibu geje...."
Oh, no! Nurani saya langsung berteriak, "Sejak kapan loe punya bakat jadi Fir'aun, sih?" Sombong bangggeeettt....
Nah, setelah beberapa saat kemudian saya "bermetamorfose" menjadi seorang istri dan ibu, ternyata idealisme saya menjadi bergeser. Kok bisa? Gara-garanya, setelah menjadi istri orang yang otomatis memengaruhi kehidupan sosial saya, ternyata saya menemui beberapa undangan yang mengharuskan saya jadi suka pusing memikirkan baju yang sekiranya pantas untuk saya kenakan. Saya juga nggak mau kalau sampai salah kostum!
Parahnya, dalam sebagian undangan, saya tertarik juga dengan beberapa makanan yang disajikan sehingga membuat saya berpikir untuk mencari tahu cara memasaknya agar saya pun bisa menyajikannya untuk tamu-tamu saya kelak. Belum lagi resep makanan sehat dan bermutu yang harus saya sajikan untuk keluarga saya. Ah, itu hanya beberapa contoh kecil saja kenapa saya menjadi begitu peduli dengan hal-hal yang dulunya saya anggap "geje" itu.
Aduuuh, kalau sudah begini, saya jadi ingat seorang pemerhati posfeminisme, Ann Brooks, yang mengatakan bahwa faktanya wanita hidup dalam kompleksitas yang berbeda-beda. Mau itu "mbak-mbak" atau "ibu-ibu", semuanya adalah wanita yang sudah selayaknya bangga akan kewanitaannya dan mampu menjalankan semua perannya dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan. Sudah nggak jamannya"rese" sama orang.... Nah lho!
Jadi, perlu ngga meributkan idealisme? Nggaaa. Just stay on the track!



Catatan 2:
  1. Setiap wanita, bahkan setiap fase dalam hidup mereka, memiliki ketertarikan dan peran yang berbeda-beda. Yang terbaik adalah selalu fokus dengan apa yang ingin kita lakukan dalam hidup ini.
  2. Sesudah menikmati peran baru sebagai istri yang sering disebut ibu-ibu, saya bengong melihat “dunia persilatan ini”. Sooo drama! Saya dihadapkan pada realita pandangan masyarakat, bahkan pandangan sesama wanita, yang “kejam”. 



Wake Up Be Awesome -1- | -2- | -3- | -4- |


2 komentar:

  1. Baru kali ini mampir ke blognya Santi..
    Tulisan Santi selalu asik dan berkelas..
    Yg ini mengingatkanku pd draft "Being Me" .. apa kabar naskah itu? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kelas berapa, Teh Lindaaaaaaaaaa *big hug* Makasih udah mampir. Iya, ini naskah Being Me yang udah permak sana sini xixixixixixi Miss you

      Hapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats