Kamis, 03 Desember 2015

Bulan Terbelah di Langit Amerika: Behind The Scene


Hai! Salam KOPI.

Sebagai komitmen Koalisi Online Pesona Indonesia (KOPI) yang salah satunya adalah menjadi saksi karya anak negeri di bidang perfilman, maka pagi ini, 3 Desember 2015, KOPI-ers berkumpul di kantor Kabarindo, Gedung Sarinah Thamrin Lt.2. Selain bersapa ramah dengan Kak Arul Arista selaku host pagi ini, renyah pula perjumpaan kami dengan Acha Septriasa (aktor) dan Yoen K (eksekutif produser Maxima).

Ya, kali ini KOPI akan mengaji film BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA yang akan tayang pada 17 DESEMBER 2015 mendatang. Catat!



Setelah sukses dengan 1,8jt penonton pada film 99 Cahaya di Langit Eropa, Maxima hadir dengan karya Hanum berikutnya, Bulan Terbelah di Langit Amerika. Film ini bercerita tentang Hanum (Acha Septriasa) seorang jurnalis muslim yang bekerja di sebuah kantor berita di Wina. Ia diberi tugas untuk menulis artikel yang cukup provokatif yang bertema “Apakah dunia lebih baik tanpa islam?”.

Untuk menjawabnya, Hanum berangkat ke Amerika untuk bertemu dengan korban tragedi 911 di New York, Azima Hussein (Rianti Cartwright), seorang mualaf yang bekerja di sebuah museum, dan anaknya, Sarah Hussein.

Pada saat yang bersamaan suami Hanum, Rangga (Abimana Aryasatya), juga ditugasi oleh Profesornya untuk mewawancara seorang milyuner dan philantropi Amerika bernama Phillipus Brown yang dikenal eksentrik, misterius, dan tidak mudah bicara dengan media demi melengkapi persyaratan S3 nya. Untuk itu, Rangga diminta untuk menemui Stefan (Nino Fernandez) dan kekasihnya Jasmine (Hannah Al Rasyid) yang berada di New York yang telah mengatur pertemuan eksklusif dengan Brown. Namun saya, baik tugas Hanum dan Rangga menjadi berantakan ketika sebuah demonstrasi besar berakhir ricuh dan membahayakan keselamatan mereka.

Yoen K (kiri) dan Acha Septriasa (kanan)
(dok. KOPI)

Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah sebuah film yang bukan hanya menonjolkan kehidupan sepasang suami istri. Bukan pula film yang menyajikan sebuah kesempurnaan dari tokoh-tokoh yang dikhawatirkan akan terlalu banyak menggurui.

Sebagai pemeran Hanum, Acha Septriasa merasa memiliki perbedaan saat menyelesaikan shooting di Eropa dengan di Amerika yang berlangsung pertengahan Oktober hingga akhir November tahun ini. Di Eropa sendiri sutradara Guntur Soeharjanto dalam 99 Cahaya di Langit Eropa banyak memberikan arahan dan detail dalam mendalami karakter sebagai Hanum. Acha menyambutnya dengan baik karena sebagai aktor profesional ia juga merasakan sebuah tuntutan yang tidak mudah mengenai bagaimana ia mampu menampilkan sebuah sosok Hanum yang ada dalam sebuah script.

Acha cukup bersusah payah untuk memahami karakter Hanum, seorang jurnalis dan seorang istri yang belum memiliki anak dengan berbagai problematikanya. Ia ingin menampilkan sosok Hanum sealami mungkin, yang tidak kaku dengan script yang terlalu verbal namun tidak mengubah cerita itu sendiri. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Rizal Mantovani selaku sutradara Bulan Terbelah di Langit Amerika kepada host kita pagi ini.

“Adaptasi”, menurut Rizal, adalah sebuah kata penting dalam perubahan medium dari buku ke medium film. Adaptasi sendiri berarti menyesuaikan, dalam hal ini menyesuaikan dengan medium film yang waktunya hanya sekitar 100 menit, keterbatasan visual yang tidak mungkin mengalahkan visualisasi pembaca buku, serta masalah-masalah yang setiap hari terjadi di set film. Namun yang paling penting menurut Rizal adalah bukan detailnya, tapi intisarinya. Rizal dan semua tim film Bulan Terbelah di Langit Amerika berharap intisari dari buku dan film tetap sama. Oleh karena itu dalam menyikapi peran Acha sebagai Hanum, Rizal cenderung membebaskan dan memercayai profesionalisme Acha yang sudah memiliki karakter Hanum di film sebelumnya yang sukses diterima oleh penikmat film Indonesia.

Acha merasa bahwa mengadakan shooting film Islam di negara Amerika adalah sebuah hal yang baru dan berani sebagaimana diakui oleh Rizal sendiri bahwa Islamophobia jelas masih ada. Masih sangat banyak persepsi orang di Barat yang menuduh Islam sebagai agama yang mengajarkan tindakan-tindakan terorisme daripada agama yang mengajarkan kedamaian.

Untuk kelancaran shooting sendiri, pihak Maxima telah mengantungi ijin dengan melalui prosedural yang tidak mudah. Ini pula membantah imej jelek bahwa kebanyakan produser film, seperti Maxima, melakukan take-take dengan serampangan di mana saja ada kesempatan. Maka tidak mengherankan atas status legal ini, polisi New York (NYPD) ikut turun untuk menjamin kelancaran proses shooting.

 Anggota NYPD (kiri) dan Kak Butet, kru (kanan)
(dok. Maxima)

(dok. Maxima)

Yoen K, sebagai eksekutif produser Maxima, mengakui jika film ini adalah film dengan investasi terbesar dalam sejarah produksi film Maxima. Tentu saja, cukup membuat ketar-ketir karena Bulan Terbelah di Atas Langit Amerika akan bersaing dengan banyak film yang akan dirilis bersamaan di bulan Desember ini. Untuk mengurangi resiko bisnis, maka film dibuat menjadi dua script, menjaga agar satu film (script bagian 1) yang tidak memuaskan bisa dilengkapi oleh satu film lainnya (script bagian 2) yang diharapkan mampu memiliki peluang-peluang finansial lainnya.

So, don’t miss it! Ini adalah film yang dikerjakan dengan kerja keras dan kreatifitas yang serius dari insan perfilman Indonesia yang mampu memperkaya khazanah dunia Islam.

Go, KOPI Go …!

Koalisi Online Pesona Indonesia
(dok. KOPI)

2 komentar:

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats