Rabu, 16 Desember 2015

Kesan Saya Untuk Bulan Terbelah di Langit Amerika ^^


foto: Kak Risma KOPI



Hai!
Salam KOPI^^

Bagaimana kalau ada sebuah pertanyaan:
“Apakah dunia lebih baik tanpa Islam?”

Tik tok tik tok tik tok *pura-puranya suara detik jam dinding*
Sukses! Saya juga ingin tahu jawabnya saat melihat trailer film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Pertanyaan itu ada di situ.

Jadi, waktu saya mendapat tiket menonton premier film Bulan Terbelah di Langit Amerika dari sebuah koalisi keren, Koalisi Online Pesona Indonesia (KOPI), -di mana belakangan saya sering menghabiskan banyak waktu untuk ngobrol dengan kakak-kakak jurnalis dan blogger yang ketjeh badai- saya girang dooong. Thanks to semua stakeholder *hayyah* yang bikin saya duduk nyaman di salah satu kursi XXI Epicentrum untuk menikmati premier BTdLA yang mendebarkan dan memiliki track record positif dari sejak film 99 Cahaya di Langit Eropa menuai kesuksesan dari hasil kerja keras sutradara (Rizal Mantovani), aktor, tim, dan tentu saja produser (Maxima). Ini adalah sekuel 99 CdLE yang relatif anggun dan mencerahkan. Ehem.

Kisah bermula saat pasangan suami istri, Hanum (Acha Septriasa) dan Rangga (Abimana Aryasetya), yang tinggal di Wina secara kebetulan harus mengunjungi New York dengan kepentingan yang berbeda. Hanum dengan misi jurnalistiknya dalam menjawab pertanyaan di atas yang mendebarkan itu dan Rangga dengan misi yang berkaitan dengan studi PhD-nya, yakni mengajak seorang milyuner dan philantropi Amerika yang dikenal eksentrik, misterius, dan pelit bicara untuk datang memberikan sebuah ceramah di Wina.

Adegan-adegan pembuka dalam film, khususnya saat kedatangan pasangan itu di New York, mampu menyerap fokus saya (yang sebelumnya terlalu berpikir teknis untuk menebak-nebak arah cerita) untuk mulai menikmati jalan cerita. Saya seperti tengah berada di jalanan New York dan menyaksikan bahwa dialog mereka itu nyata. Seperti ada di depan saya. Mmm … sepertinya supir taksi Afro-Amerika di bandara yang mereka tumpangi untuk menjelajahi New York sanggup menghidupkan dialog komedi romantik pasangan manis ini. Rasanya mengadakan peran supir taksi Afro-Amrik yang ramah, ekspresif, dan cerewet ini adalah keputusan yang tepat. Saya merasa sosok itu mampu mendukung pembukaan yang hangat dan veeery welcome. Bisa bayangin ngga, Rangga yang orang Jawa itu iseng mengucap “maturnuwun, Mas” pada supir taksi New York Afro-Amrik itu saat membayar ongkos? Sambil cengengesan, supir taksi itu membalas, “’Mas’, ‘mas’, kamu lagi ngomongin mamaku?”

Sooooo, you are totally welcomed to Bulan Terbelah di Langit Amerika!

Saat adegan-adegan mulai mengarah pada pembentukan konflik-konflik antar tokoh, –saat Rangga menghilangkan file jurnalistik Hanum, Rangga memiliki jadwal yang cukup padat sehingga tidak bisa mendampingi Hanum yang manja, nara sumber Hanum yang menolak wawancara, host di NY yang memiliki masalah percintaan, dll.- semuanya masih terasa asyik untuk dinikmati. Stefan (Nino Fernandez) yang merupakan sahabat sekaligus host Hanum dan Rangga yang konyol mampu melempar joke spontan dan tak terbayang yang membuat saya terpancing untuk tertawa. Itu yang membuat pembangunan konflik *awww kalau insinyur sih bangun gedung kali #apasih* bisa teralih dan berjalan dengan lancar.

Konflik mulai menajam saat nara sumber Hanum, Sarah Hussein (Rianti Cartwright), menolak untuk diwawancarai. Padahal wawancara dengan istri terduga pengeboman gedung kembar  (WTC)  nine-eleven yang betul-betul mengoyak dan membelah langit Amerika di masa lalu itu sangat berharga untuk menjawab pertanyaan yang begitu mendebarkan:

“Apakah dunia lebih baik tanpa Islam?”

Hanum mencoba membujuk Sarah dengan dibantu oleh putri Sarah sendiri yang meyakini bahwa ayah mereka bukanlah orang jahat yang tega melakukan perbuatan terorisme semacam itu. Dengan pendekatan rasional akan kepentingan dunia Islam yang membutuhkan jawaban jujur untuk mematahkan stereotip muslim sebagai teroris, Hanum pun akhirnya bisa meluluhkan hati Sarah untuk melakukan wawancara. Dengan sedih, Sarah yang paska peristiwa nine-eleven itu memutuskan untuk mengganti nama dan terlihat menanggalkan hijab, mulai memperlihatkan sisi psikologisnya yang terluka. Dan luka itu menimbulkan sebuah kejujuran yang membuat mata saya menghangat seketika:

“Aku tidak pernah meninggalkan Islam dalam hatiku, tetapi aku hilang kebanggaan akan itu.”

Entah kenapa, dada saya ikutan sesak.

Lalu, apakah pertanyaan mendebarkan itu akan terjawab? PASTI. Pertanyaan itu akan terjawab pada dialog-dialog anti klimaks. Dan saat adegan-adegan itu berlangsung, akan banyak tokoh yang turut mendukung terjalinnya kisah yang cukup menyentuh dan mencerahkan meskipun saya masih berharap bahwa karakter utama –Hanum dan Rangga- bisa lebih tajam dalam membangun konflik sehingga cerita terasa lebih kuat, rasional, sekaligus dramatis. But you know what ...? Asli saya langsung melting denger backsound yang dinyanyikan Arkarna dan Andini yang mengalun merdu di menit-menit terakhir saat semuanya "telah selesai". Berasa Holywood banget!

So, what are you waiting for, guys? Segera beli tiket dan tonton filmnya yang mulai tayang besok! Yang ngaku pecinta film, yang ngaku pecinta dunia dakwah Islam, film ini layak diapresiasi dan … dinikmati bersama. Kita sambut Bulan Terbelah di Langit Amerika untuk memperkaya pandangan positif dunia Islam. Percayalah, sebuah film bahkan akan bisa memengaruhi pandangan seseorang terhadap apa yang ia yakini benar, atau apa yang ia yakini salah.

Don’t miss it! Bulan Terbelah di Langit Amerika.

See youuuuuuuuuuuuu ^^

2 komentar:

  1. wahh dah mulai banyak yang review film ini
    hikss aku penasaran karena belum nonton

    BalasHapus
  2. Yakin son, keren...banyak pesan positif utamanya dari pedagang hotdog asal Suriah... dunia boleh membenci Islam tp ajaran kami ttp mengedepankan rahmah bagi siapapun termasuk yg membenci hingga akhirnya semua tau apa itu Islam... begitulah kira- kira hehee...

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats