Artist Chloe Mayo painted a picture of her perfect husband
Suami-Istri
Suami adalah pemimpin kita, sahabat kita, guru
kita, macam-macamlah. Yang jelas, bukan lawan kita. Tapi
mentang-mentang bukan lawan, jangan sampai juga kita berpasrah diri mengekor di
belakangnya. Sebab, justru "mengekor" itulah yang menghambat kita
untuk menjadi diri sendiri karena telah memercayakan hidup pada kekuatan luar
(baca: suami) dan menjadikan kekuatan itu "bertanggungjawab" terhadap
kehidupannya sendiri. Ingatkah bahwa setiap manusia itu spesial dan hanya
mereka sendiri yang tahu tentang dirinya?
Jadi, kita mesti instropeksi diri, menanyakan
banyak hal jika masih ada di pikiran kita bahwa suami menghambat hidup kita
atau titik ekstrim sebaliknya, kita kompromi bahwa suamilah yang menentukan
hidup kita. Perempuan yang salah? Laki-laki yang salah? Atau komitmen antara suami dan istri yang belum menemukan kesepakatan?
Rumah tangga bagi saya adalah sinergi untuk
mencapai sebuah tujuan. Otomatis, tanggungjawab pasangan suami istri itu
memiliki konsekuensi-konsekuensi tertentu yang membutuhkan sebuah pilihan untuk
mecapai tujuan bersama. Bagi saya prioritas saya saat ini adalah anak-anak saya
dan suami saya. Bagi orang lain mungkin beda lagi. Itu tentu saja tergantung
komitmen masing-masing.
Catatan:
1.
Pernikahan itu dialogis. Tidak bermonolog. Anda berada di panggung yang sama, tapi berbicara sendiri sendiri? Tak jarang, di usia tua banyak yang mengeluh soal kesepian dan kepasrahan akan sebuah kepastian "sendiri".
2.
Hidup berpasangan lebih indah jika tidak ada yang dominan. Semua hanya bekerja sesuai fitrahnya secara nature (perbedaan gender), dan nurture (budaya dan lingkungan yang membentuk seseorang). Masing-masing adalah subyek utuh yang memiliki diri masing-masing.
3.
Eksistensi masing-masing subyek itulah yang bersinggungan. Di wilayah yang bersinggungan inilah pasangan akan membangun komitmen, kesepakatan, dll. Mereka tetap memiliki wilayah sendiri yang membutuhkan penghargaan.
1.
Pernikahan itu dialogis. Tidak bermonolog. Anda berada di panggung yang sama, tapi berbicara sendiri sendiri? Tak jarang, di usia tua banyak yang mengeluh soal kesepian dan kepasrahan akan sebuah kepastian "sendiri".
2.
Hidup berpasangan lebih indah jika tidak ada yang dominan. Semua hanya bekerja sesuai fitrahnya secara nature (perbedaan gender), dan nurture (budaya dan lingkungan yang membentuk seseorang). Masing-masing adalah subyek utuh yang memiliki diri masing-masing.
3.
Eksistensi masing-masing subyek itulah yang bersinggungan. Di wilayah yang bersinggungan inilah pasangan akan membangun komitmen, kesepakatan, dll. Mereka tetap memiliki wilayah sendiri yang membutuhkan penghargaan.
Wake Up, Be Awesome! -1- | -2- | -3-|-4- | -5- | -6- | -7- | -8- | -9- | -10- | -11- | -12- |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar