Rabu, 03 Februari 2016

WUBA! -13- Menjadi Diri Sendiri ^^


pinterest.com (pinned from etsy.com)



Catatan 7:
MENJADI DIRI SENDIRI 
  1. KENALI APA YANG SAYA INGINKAN 
  2. PILIH APA YANG INGIN SAYA LAKUKAN AGAR SAYA BAHAGIA 
  3. FOKUS PADA PILIHAN 
  4. BERTANGGUNGJAWAB KEPADA PILIHAN 
  5. MEMAKNAI SETIAP PENDERITAAN DALAM HIDUP 
  6.  MENGEMBALIKAN SEMUA KESULITAN DALAM HIDUP KEPADA SUPER-MAKNA DAN SUPER-ADA: ALLAH

Saya tidak yakin apakah semua orang sepakat dan menganggap keinginan saya bisa dikategorikan sebuah cita-cita. Apakah itu? Menjadi ibu rumah tangga yang sukses! See? Apakah ratusan, ribuan orang di luar sana akan berpikiran sama dengan saya, bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah cita-cita yang prestisius dan layak diperjuangkan? Apakah ini bukan akal-akalan saya saja sebagai bentuk eskapisme ketidakmampuan saya bersaing di dunia kerja? Di dunia karier yang begitu menggoda, dimana katanya seorang wanita lebih memiliki ruang yang luas, ruang publik yang membuat mereka memiliki bargaining yang kuat dalam beberapa hal dan kelihatan lebih powerful. Lebih kinclong. Lebih wangi....
Wait! Sebelum kita mencari banyak justifikasi bagi golongan yang tidak mengganggap bahwa pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tidak dikategorikan penting, sesungguhnya saya sudah lama memilih keluar dari perdebatan itu dan memilih untuk berpikir positif bagi kepentingan diri saya pribadi. Bagi saya, dunia publik dan domestik adalah sama baiknya selama kita memilihnya dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Semua sama susahnya. Semua sama butuh perjuangan.
Dulu, saya pernah ingin menjadi seorang dosen yang memperjuangkan pendidikan terbaik bagi mahasiswanya. Pasti keren! Berkutat dengan dunia akademis yang dinamis, yang dialogis, dengan update ilmu setiap saat tren pemikiran berkembang atau bertindihan. Namun, faktanya? Saya menikah bahkan sebelum lulus S1. Apa saya sudah begitu kebelet nikah? Oh, no, ini masalah pilihan saja. Tiba-tiba saya takut lelaki shalih yang ujug-ujug datang melamar saya kala itu akan lepas dari lingkaran hidup saya selamanya. Memang waktunya tidak tepat, saya sedang bercita-cita, pengen jadi dosen, tapi saya punya pertimbangan lain. See? Ternyata sebuah pertimbangan prioritas dalam hidup mampu merubah cita-cita kita!
Artinya apa? Artinya, Anda mendapatkan pelajaran pertama bahwa cita-cita adalah sesuatu yang memang benar-benar merupakan prioritas hidup. Demikian dengan saya. Menjadi ibu rumah tangga adalah prioritas bagi saya.
Mengapa saya sebut menjadi ibu rumah tangga itu butuh perjuangan? O, please, deh, tidak mudah menjaga pikiran dan persepsi kita tentang profesi ibu rumah tangga di tengah kompleksitas modernisme dan kapitalisme. Hidup sekarang seolah tidak cukup dengan filosofi sandang, pangan, papan semata, bukan? Perlu refreshing. Perlu entertaint. Perlu eksis, bo! Duit darimana? Kapitalisme membuat persaingan kerja makin berat. Gaji makin kompetitif. Hari gini, istri nggak kerja? Oke, pertanyaan itu sungguh retoris. Anda sedang berhadapan dengan perjuangan seorang ibu rumah tangga yang nomor satu.
Kemudian, pernahkah Anda membayangkan bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan dengan "klien" benda mati (setumpuk cucian, debu, piring kotor, dll.) yang harus diurusi dengan keahlian khusus? Coba, apakah semua orang bisa mencuci dan menyetrika baju? Ini bukan soal tenaga saja! Ini soal bagaimana memahami serat baju dan komposisinya agar tak salah perlakuan ketika mencuci dan menyeterikanya. Ajaibnya, semua itu "digaji" dengan konsep invisible payment. Kok invisible? Ya, iya. Bukankah pahala tidak pernah kelihatan? Oh, Anda sedang berhadapan dengan perjuangan ibu rumah tangga yang kedua: keikhlasan.
Parahnya, ribuan kepala bersepakat bahwa pekerjaan invisible payment ini adalah "wajar bagi kaum wanita". Suami pulang kerja dan melihat situasi rumah yang aman dan terkendali adalah hal yang sudah semestinya. Mekanisme rutin yang melibatkan kaum wanita. Artinya apa? Artinya, melawan stereotip seperti ini adalah perjuangan seorang ibu rumah tangga yang ketiga.
Well, bicara soal anak dalam sebuah keluarga, bukankah anak-anak adalah aset yang berharga? Investasi dunia dan akhirat, kata ustadz. Untuk itulah, orangtua harus mendidik mereka baik-baik. Lantas, siapa yang 24 jam berada di rumah? Ibu rumah tangga. Maka, tugas ibu rumah tangga selanjutnya adalah melakukan self upgrading untuk mendidik putra-putrinya. Coba ingatkan saya, perjuangan nomor berapakah itu? Dan bisakah Anda menyebutkan perjuangan-perjuangan seorang ibu rumah tangga lainnya?
Anyway, puncak dari seluruh perjuangan itu adalah melawan rasa jenuh dan bosan! See? Butuh kecerdasan luar biasa untuk menjadi seorang rumah tangga yang tak cukup diganti dengan rupiah. Maka, niat yang baik, kesungguhan, keikhlasan, menjadi hal utama dalam mewujudkan sebuah cita-cita....
Hal yang tak kalah asyik untuk Anda ketahui tentang cita-cita saya adalah bahwa ketika kehidupan menjadi ibu rumah tangga bermula hingga bertahun lamanya, ternyata cita-cita saya berkembang lagi, lho! Saya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang juga seorang penulis. Lantas timbul pertanyaan, kenapa, sih, harus merepotkan diri? Bukankah perjuangan menjadi ibu rumah tangga sudah sangat menyibukkan? Nah, ini dia permasalahannya. Cita-cita ternyata membutuhkan dukungan aktifitas positif.
Bayangkah, saat saya mengalami rasa jenuh dan bosan, saya merasa hidup saya mulai mengalami kekosongan. Saya pun mencari cara supaya jiwa saya tidak terlalu lama mengalami kekeringan. Ternyata, menulis membuat kehidupan saya menjadi bermakna. Jika hidup saya menjadi bahagia karena menulis, maka energi positif itu akan mampu melancarkan cita-cita saya menjadi ibu rumah tangga yang baik. Nah, pelajaran kedua ternyata begitu sederhana, bukan? Sebuah cita-cita besar memerlukan pendukung aktifitas positif.
Pada akhirnya saya harus menyadari, apapun yang menjadi cita-cita saya, selalu membutuhkan banyak energi untuk mewujudkannya. Saya ingin suami saya sukses berkarier dan bersosialisasi, saya ingin anak-anak saya tumbuh dengan benar dan bermanfaat, saya ingin rumah tangga saya menjadi rumah tangga yang selamat di dunia dan akhirat.... Apa yang ingin saya wujudkan itulah yang membuat saya terus berani menghadapi kehidupan ini. Dengan bercita-cita, saya menjadi hidup. Hidup saya menjadi begitu menyenangkan saat saya mendapati suami dan anak-anak saya tidak berkekurangan, sukses, bahagia, sehat, dan ceria. Hidup saya juga sangat menyenangkan apabila dapat menulis hal-hal yang bermanfaat dan kemudian dibaca oleh banyak orang....
So, menjadi ibu rumah tangga full time tidak layak disebut sebagai cita-cita? Ah, Anda jangan bercanda!
Ya, inilah saya.... Seorang wanita yang memilih berada di rumah untuk suami dan anak-anak selama duapuluh empat jam. Inilah saya, seorang wanita yang meluangkan waktu untuk menulis. Inilah saya, seorang wanita yang menyeduh teh dan menyediakan makanan kecil buat teman ngobrol Anda semua.
Saya telah dan selalu berusaha untuk "menjadi". Menjadi saya seutuhnya. Being Me! Being "Me" yang seperti apa yang saya kehendaki. Saya kadang berpikir, apakah hidup "hanya" menjadi seorang ibu yang duapuluh empat jam di rumah adalah kondisi yang tanpa harapan? Saya, sih, tidak pernah merasa begitu. Namun, kalau toh begitu, seperti kata Frankl, ketika kita tidak mampu mengubah situasi, kita sendirilah yang ditantang untuk mengubah diri kita. Hidup ini pada akhirnya adalah mengambil tanggungjawab sebagai konsekuensi dari pilihan yang kita ambil untuk mengatasi dan menghadapi masalah-masalah yang terus menerus ada pada kehidupan kita. Siapa, sih, manusia yang hidup tanpa masalah? Lepas yang ini datang yang lain.
Memang, saya memilih, memilih menjadi ibu ruma tangga, awalnya... namun..., (lho? Masih ada "namun"-nya?) saya kadang bertanya-tanya juga: kenapa kadang saya masih mengalami kecemasan, depresi, ketidakbahagiaan, bosan, menyendiri, dan tekanan emosi lainnya? Bukankah saya telah memilih? Bukankah itu sudah menjadi pilihan saya?
 Ternyata, menjadi orang yang bebas memilih tidak menjamin orang jadi bijak memilih. Pilihan itu terkadang tidak didasari oleh kesadaran penuh sehingga kita kurang bertanggungjawab dalam menghadapi konskuensinya. Padahal, seperti kata Frankl, kecemasan hadir karena rasa tanggungjawab yang tidak terpenuhi. Sebenarnya menjadi apapun kita, tanggungjawab terhadap pilihan hidup akan mengantarkan pada  makna. Yang jelas, pilihan itu haruslah bertujuan. Siapa bilang profesi ibu rumah tangga adalah "hanya? Kelelahan yang berujung pada keikhlasan merupakan pengorbanan yang mulia. Karena dalam diri saya ada rasa cinta untuk mereka. Bahkan, menjadi ibu rumah tangga pun tetap bisa berkarya!
Bagi saya ternyata, melihat putra-putri saya tumbuh dan berkembang sungguh merupakan saat-saat yang berarti. Bagi saya ternyata, melihat suami yang pulang kelelahan karena urusan kerja atau membantu orang lain, yang lebih suka dilayani oleh istri daripada orang lain, sungguh membuat saya merasa berarti. Rasanya, saya memang harus memilih.... Pilihan yang penuh kesadaran. Unwise choise dapat disadari dengan melihat peluang eksistensi saya. Pilihan saya tidak harus betul dengan sendirinya, namun dengan tindakan memilih itu sendiri telah menunjukkan eksistensi saya. Saya menyadari satu hal, manusia yang otentik adalah yang memiliki kesadaran dalam memilih di antara begitu banyak pilihan. Bahkan, memilih untuk berpendapat bahwa hidup ini kadang tidak memiliki pilihan pun adalah sebuah pilihan! Memilih, adalah awal untuk menjadi sesuatu.
Saya memilih menjadi seorang Istri dan Ibu. Saya memilih untuk menjadi seseorang yang menemukan makna hidup dari nilai-nilai spiritual yang saya yakini. Saya juga memilih untuk menjadi seseorang yang menemukan makna hidup dari nilai-nilai kreatifitas melalui kegiatan menulis, melalui perasaan cinta saya kepada keluarga, dan melalui cinta-kasih kepada sesama. 

Bekerja atau tidak bekerja secara formal, kita akan selalu cemas dan tidak bahagia jika kita tidak percaya bahwa kita bisa bahagia. Beranilah memilih, baru kita bicara soal kebahagiaan :D
 
Wake Up, Be Awesome! -1- | -2- | -3-|-4- | -5- | -6- | -7- | -8- | -9- | -10- | -11- | -12- | -13 |




3 komentar:

  1. Hadiiiirrr. Tulisan yg khas tulisan dosen. Gak nyangka kalo yg nulis seorang ibu rumah tangga :D

    BalasHapus
  2. Luaaarr biasaaaa mak.. *tepuk tangan.. suka sama tulisannya..super sekali mak santy...aku suka...

    BalasHapus
  3. Semua sudah lengkap disini...setuju...hehe

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats