Kaget. Itu reaksi saya saat beberapa bulan yang lalu guru kelas putra saya, Haedar (6th), memberi tahu bahwa putra saya mencium teman perempuan sekelasnya. Baru sempat saya bagi sekarang :D Orang tua anak perempuan tersebut melapor pada ibu guru dan meminta untuk meneruskannya kepada saya.
Saya langsung ambil nafas. Haedarku? Baby-ku? Yang manjaaa banget sama bundanya.
Fiuuuh .... Tenang.
Fiuuuh .... Tenang.
Bagaimanakah cara saya mendidik anak? Itukah yang terpikir pertama kali oleh saya? Tidak. Saya mendidik anak saya dengan penuh pembelajaran, cinta kasih, dan doa. Yang ada di pikiran saya saat itu justru: Bagaimana jika ibu anak perempuan itu dan guru kelas Haedar tidak bisa obyektif terhadap Haedar? Memberikan penilaian yang keliru pada Haedar yang yang bisa menghasilkan label negatif sehingga justru itulah yang menghancurkan Haedar?
Saya memahami benar bagaimana kekhawatiran orang tua akan paparan pornografi jaman sekarang pada anak-anak. Sebagai seorang ibu yang memiliki anak perempuan, saya juga akan aware jika anak saya dicium oleh lawan jenisnya. Saya memahami kekhawatiran ibu anak perempuan itu.
Saya berpikir akan melakukan langkah efektif daripada sekedar panik dan marah. Jadilah, saya menemui ibu guru Haedar untuk menelusuri kronologis peristiwa dan menjelaskan bagaimana cara saya membesarkan Haedar sesuai dengan usia perkembangannya. Keluarga kami, insyaAllah, bertumbuh dengan budaya dan etika.
Saya berpikir akan melakukan langkah efektif daripada sekedar panik dan marah. Jadilah, saya menemui ibu guru Haedar untuk menelusuri kronologis peristiwa dan menjelaskan bagaimana cara saya membesarkan Haedar sesuai dengan usia perkembangannya. Keluarga kami, insyaAllah, bertumbuh dengan budaya dan etika.
Kami, saya dan suami, membesarkan anak dalam cinta kasih dan doa. Walaupun saya bisa dibilang bukan tipe ibu yang lemah lembut -bahkan lebih mirip komandan battalion- saya sangat menyayangi dan menghargai anak-anak. Saya memandang mereka sebagai individu di luar diri saya yang saat ini hanya sedang berada dalam tanggung jawab saya. Saya menghormati kehidupan yang mereka miliki.
Kami tidak menaruh mereka dalam sistem pendidikan yang steril. Misalnya, karena kami beragama Islam, anak saya harus “islami”. Tidak. Anak saya hidup di jamannya. Mereka mengaji, menonton film, mendengarkan musik, membaca buku terkini, bermain dengan permainan modern, dll. Islam adalah way of life. Semua hal harus dengan cara pandang Islam sebagai worldview. Keluarga kami memahami dunia yang kompleks dan kami juga hidup di mana saja.
| ARTIKEL LAIN | Parenting: Kemandirian Emosi
Semua aktifitas anak-anak selalu dalam pendampingan dan memiliki batas serta kontrol dari orang tua. Mereka lebih suka membaca buku daripada menonton TV karena memang itu yang dilakukan orang tuanya. Mereka menonton film-film yang sudah diijinkan oleh kami, dsb. Kami, orang tua, punya selera yang menjadi budaya di rumah kami. Kami memberikan contoh, dan anak-anak sukses mencontohnya.
Sebagai ibu, saya sangat ekspresif. Saya sangat biasa mengekspresikan rasa sayang dengan pelukan atau ciuman. Inilah yang sedang dicontoh anak-anak saya. Maka jangan heran jika misalnya ketemu Elizzat yang mudah memeluk atau mencium jika mereka suka atau terkesan pada sesuatu atau seseorang. Ini juga yang terjadi pada Haedar. Dua anak saya, Haedar dan Eliz, sangat ekspresif. Berbeda dengan kakak sulung mereka, Hasna. Hasna tidak mencium sembarang benda atau orang. Sementara ini saya lihat dia mengembangkan karakter introvert.
Haedar mencium pipi teman perempuannya saat mereka bermain di kelas dan di ayunan bersama teman-teman yang lain. Itu dilakukan di tempat terbuka, banyak orang, dan spontan. Saya tanya Haedar mengapa ia melakukannya? Jawabnya, “Si X itu lucu dan cantik. Haedar suka, Bun.” Ow ow! XD
Haedar tidak melakukannya dengan diam-diam, tidak sembunyi-sembunyi, dan dia tidak terlihat memiliki asosiasi-asosiasi tertentu. Haedar merasa itu bukan sesuatu yang aneh dan salah.
Haedar tidak melakukannya dengan diam-diam, tidak sembunyi-sembunyi, dan dia tidak terlihat memiliki asosiasi-asosiasi tertentu. Haedar merasa itu bukan sesuatu yang aneh dan salah.
Apa kesalahan saya?
Saya belum mengajarkan soal perbedaan sex dan gender. Dalam Islam, ada konsep tentang mahram.
Jadilah saya akhirnya berbicara dengan ortu anak perempuan tersebut untuk bisa memaafkan Haedar dan memaafkan saya sebagai orang tuanya. Saya juga memohon agar ibu anak perempuan itu mampu memandang Haedar lebih obyektif sementara saya akan menanamkan nilai baru pada anak saya. Saya sebagai orang tua dengan usia muda akan banyak belajar dari hal-hal seperti ini. Tak lupa saya membicarakan langkah efektif dengan ibu guru untuk memecah fokus Haedar pada anak perempuan itu dengan cara menjauhkan mereka berdua saat beraktifitas dan lain-lainnya.
Saya pun masuk ke sesi ngobrol dengan Haedar xixixixixixixi Haedar baru saja lepas dari usia preschool dan masuk dalam tahap mengembangkan diri dengan peran gender. Secara alamiah, Haedar belum memiliki insting untuk sampai pada tahap bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda secara gender, tidak hanya sex.
Sebenarnya tidak sulit memberikan pengertian untuk Haedar bahwa ia tidak bisa mencium pipi anak perempuan selain bunda, kakak, atau adiknya. Haedar yang baru saja menginjak usia 6 tahun secara alamiah akan menuju usia di mana ia akan menarik batas dengan lawan jenisnya: gue laki, lu perempuan. Haedar akan lebih suka main dengan teman laki-lakinya daripada teman perempuan. Dan siap-siap deh …. di usia ini beranjak ke 10 tahun, Haedar juga akan tertarik dengan guyonan kasar, eksplorasi anggota tubuh yang bisa membuat orang lain tertawa, atau bahkan make fun of other people. Padahal ngerti yang ia lakukan itu salah aja nggak. Saya sudah dihadang PR untuk mengajari toleransi dan sikap respek kepada diri sendiri dan orang lain.
Hasil pembicaraan saya dengan Haedar?
Alhamdulillah. Haedar yang memang tidak memilliki “tujuan serius” bisa memahami bahwa ia tidak bisa melakukan hal-hal tertentu pada teman-teman perempuan. Saya harus menjawab berbagai pertanyaan "kenapa" dan "mengapa" dari anak laki-laki kecil ini. Aman terkendali. Haedar hidup seperti biasa, bermain dengan siapa saja, khususnya dengan boys, dan bisa membedakan teman laki-laki dan perempuan.
Saya tidak bisa membayangkan jika reaksi saya adalah panik, marah, dan menghukum Haedar atas kejadian yang bahkan dia tidak mengerti mengapa itu salah. Mengerikan jika saya hanya memakai nilai hitam dan putih. Menemani anak bertumbuh harus memiliki pengetahuan sesuai usianya. Tidak semua anak mengalami gangguan pertumbuhan karena paparan negatif dari lingkungan. Dunia ini tidak bisa dihadapi dengan kepanikan tapi dengan pengetahuan.
Di sinilah, peran pengasuhan dan pendampingan sangat penting. Melindungi anak-anak dari kerusakan dari dalam dirinya ataupun pandangan orang lain terhadapnya. Percayalah, anak yang dibesarkan dengan pengetahuan dan label yang keliru dari orang dewasa hanya akan membuatnya menguatkan perilaku yang juga keliru. Saya ADA untuk selalu belajar.
| ARTIKEL LAIN | Hentikan Label Picky Eater
Di sinilah, peran pengasuhan dan pendampingan sangat penting. Melindungi anak-anak dari kerusakan dari dalam dirinya ataupun pandangan orang lain terhadapnya. Percayalah, anak yang dibesarkan dengan pengetahuan dan label yang keliru dari orang dewasa hanya akan membuatnya menguatkan perilaku yang juga keliru. Saya ADA untuk selalu belajar.
Thanks for reading!
Saya juga takut kalau anak saya cium orang sembarangan. Apalagi masih kecil. Emang harus ajarin edukasi dini ttg sex y mb
BalasHapusKalau saya yang mengalami kasus seperti ini pastis udah kaget, pengen segera marah. Jangan-jangan orang tua si cewek nggak terima.
BalasHapusMakasih sharingnya, mba.
Nice sharing mak. Saya mengalami hal yang relatif sama ketika dengan santainya anak saya yang tk cerita kalo dia pacaran dengan temannya. Dan sudah putus pulak! Aduh... antara geli dan heran. Karena cerita anak sekarang kok 'ngeri' begini...
BalasHapusAkhirnya saya telusuri makna pacaran buat dia karena memang dia anak yang ekspresif dan tumbuh dalam bahasa2 tubuh ungkapan sayang..
Anyway..
Ya gitu deh mak...sigh.. hehehhe
Anak saya pernah mengalami kejadian yang cukup mirip kayak ini. Bedanya, kejadiannya saat anak saya kelas 4 SD. Dan, anak saya (laki-laki) berada di posisi yang dicium serta dipeluk. Saya kemudian dapat laporan dari wali kelas kalau anak saya menonjok, anak yang berusaha memeluk dan menciumnya.
BalasHapusSebetulnya, wali kelas tidak 100% menyalahkan anak saya. Menurutnya, anak saya sudah berusaha menolak, menghindar, dan bilang tidak suka. Tetapi anak laki-laki yang kemudian ditonjoknya ini terus berusaha untuk memeluk dna mencium anak saya. Kesalahan anak saya adalah tidak melaporkan ke guru tetapi malah main hakin sendiri.
Waktu pertama kali mendengar, saya sempat kesal. Tapi, kemudian coba memaklumi. Berdasarkan cerita wali kelas, anak yang ditonjok ini memang kalau sedang senang dengan temannya mengungkapkan rasa sayangnya dengan cara memeluk dan mencium. Di rumahnya dibiasakan berekspresi seperti itu. Tapi, sepertinya luput untuk menjelaskan ke anak alau ekspresi seperti itu tidak bisa diungkapkan ke semua orang.
Sedangkan anak saya diajarkan untuk menolak bila ada orang yang main cium, peluk, dll. Kalau perlu dilawan. Tapi, saya juga lupa untuk mengingatkan selama masih di area sekolah lebih baik melapor.
Pelajaran yang saya dapat adalah untuk menghadapi kasus kayak gini harus tenang, sih. Pornografi memang mengkhawatirkan sekali. Tapi, gak selalu ada kejadian seperti ini pasti tentang pornografi. Harus dilihat juga latar belakangnya :)
Sebagai ibu yg jg punya anak laki2, ini ilmu baru yg bisa aku terapin ke anakku nantinya :). Iya ya mbak, sbg ortu kita g bisa main hukum gitu aja kalo anak salah. Sebisa mungkin hrs dgn penjelasan baik kenapa yg mereka lakukan itu salah. Aku dulu dididik ama ortu dgn cara keras. Even kalo salah, biasanya kita lgs dihukum. Tnpa dish tau penjelasan apa2. Pokoknya itu salah. Akibatnya aku malah jd tertutup ama org tua.. ga pengen ankku nanti ngalamin hal yg sama..
BalasHapusanak-anak memang unik ya..
BalasHapusada yang ekspresif mengunggapkan emosi dan perasaan ada yang introvert.
postingan yang inspiratif.
salam kenal
Mbaa... Aq jg mengalami hal yg hampir sama.. Bbrp minggu yg lalu aq melihat si abang (4th8bln) mencium tmn laki2nya ketika sdg duduk bersama di acara Muharram di sekolahnya. Tidak ada teguran sih dr pihak sekolah ataupun orang tua temannya. Cm sy sempat kaget melihatnya & sempat kepikiran apakah ada yg salah dengan cara mendidik saya?
BalasHapusSaya memang ekspresif, senang mencium2, memeluk, mengusel2 anak2 sy sbg ekspresi sayang, bangga, atau suka. Dan melotot lebar jika anak melakukan hal yg tdk benar, hehe.
Dari artikel mba ini terjawab sdh saya harus bgmn, hihihi.
Trm ksh y mba.. :)
wah, iya juga ya mbak.
BalasHapusjadi kepikiran klo anakku ntar sekolah nyium temennya gimana ya, soalnya skrg jg dia suka nyiumin siapa aja krna nyontoh ortunya yg suka nyiumin dia 😂