Palom Series @pinterest
Apakah kita seringkali melihat hidup orang lain bahagia? Kita bertemu dengan banyak orang: sahabat, teman, saudara, tetangga dan bahkan orang-orang yang berlalu lalang di hadapan kita. Kita mengobrol dengan mereka dengan banyak bahan obrolan. Tertawa seru dan asyik. Ternyata itu semua tidak merubah apa-apa. Hidup nampak sama rasanya. Ternyata yang kita lakukan hanyalah ingin mengesankan kepada orang lain bahwa hidup kita baik-baik saja. Hidup kita menarik. Benarkah hidup kita menarik?
Kita adalah saya, Anda, dan mungkin semua orang di sekeliling kita. Dalam tubuh orang dewasa, dengan berbagai tanggungjawab baru yang seringkali mendatangkan frustrasi, kita bisa saja merasa malu jika harus menangis untuk mendatangkan simpati dari orang lain. Yang kita lakukan hanyalah menahan, atau menangis dalam diam. Di kamar mandi, misalnya, dengan air yang sengaja kita buka kerannya. Kita semua mencoba untuk mengendalikan ketidakbahagiaan dalam hidup. Apakah kehidupan kita memanglah melelahkan? Lalu, benarkah hidup kita menarik?
Sesungguhnya saya meyakini fokus saya seharusnya bukan “hidup saya tidak menarik, hidup orang lain kelihatan menarik”. Bagaimana bisa saya berbicara soal menarik atau tidak jika dalam dunia ini sesungguhnya memang tempatnya suka dan duka? Di dunia ini adalah tempat Allah akan menguji hamba-Nya dengan ujian kemudahan maupun kesulitan. Apakah saya akan terus mengasihani hidup saya “yang tidak menarik itu” dan melupakan bahwa itu hanyalah bagian dari ujian Allah yang kelak akan mendatangkan kenikmatan jika saya bisa bersabar? Apakah artinya saya telah berputus asa dari rahmat Allah?
Saya hanya sedang berada dalam kepastian suka dan duka. Hidup itu sudah pasti ada suka dan duka. Baik suka dan duka, semuanya bisa saja merupakan ujian dari Allah. Jadi, sejatinya, saya selalu hidup dalam ujian Allah agar saya bisa kembali kepada-Nya dalam keadaan yang baik. Soal menarik-tidak menarik adalah cara saya memandang kehidupan. Bukan fokus hidup yang sesungguhnya.
Apakah saya sebijak itu? Tidak. Kadang saya masih mengiri dengan kehidupan orang lain yang terlihat menarik. Bahagia. Sejahtera tak kurang suatu apapun. Hahaha. Tapi saya kembali melihat fokus saya. Manusiawi jika pikiran saya tak selalu pada tempatnya.
Saya melakukan pertahanan diri, tak ingin orang menghina atau mengasihani hidup saya. Tak jarang saya menaikkan harga diri dengan segala macam pencitraan. Hingga saya menyadari, untuk apa selalu risau dengan bagaimana kesan orang lain terhadap hidup saya: apakah hidup saya menarik-tidak menarik? Yang saya butuhkan adalah pengakuan. Kejujuran pada diri sendiri. Bahwa, ya, saya kadang memang tidak bahagia. Saya juga bisa sedih. Saya punya beribu kenangan buruk.
Apa yang membuat saya merasa tidak bahagia, sedih, gagal, jatuh, dll.? Sungguh, saya hanya harus fokus pada “dunia sebagai tempat manusia menjalani suka dan duka hingga kembali pada Allah”. Bahwa, suka dan duka itu adalah ujian. Dunia ini adalah tempat saya diuji. Ini adalah urusan saya dengan Allah. Bukan dengan kehidupan manusia lainnya. Disinilah saya merasa perlu untuk meneruskan kehidupan saya sendiri. Menemukan fokus ini, saya merasa lebih bisa menjadi diri sendiri dan hidup dengan percaya diri. Menurut Anda, apakah ini cukup menarik?
*saya tulis untuk Ummi-Online
| ARTIKEL LAIN
Relationship: Bertahan Atau Move On
Parenting: Kemandirian Emosi
Relationship: 13 Mitos Laki-Laki dan Perempuan
*saya tulis untuk Ummi-Online
| ARTIKEL LAIN
Relationship: Bertahan Atau Move On
Parenting: Kemandirian Emosi
Relationship: 13 Mitos Laki-Laki dan Perempuan
Kalau buat saya, hidup saya cukup menarik dan berwarnaa :)
BalasHapussaya juga sempet mikir gitu mbak kok hidup saya gini2 aja tapi temen2 saya kok bahagia2 yaa sama kerjaan dan sama kehidupan dengan pasangannya..bener sih mbak dunia hanyalah tempat suka dan duka, tempat kita diuji jadi kadang kita bisa susah kadang bisa senang sesuai apa yang Tuhan rancangkan
BalasHapusTulisan yang sangat inspiratif mbk, ijin share, boleh ya?
BalasHapus