Senin, 31 Oktober 2016

Mengapa Pasangan Enggan Berubah?


@profileengine.com


Pernah merasa begitu lelah dalam pernikahan? Anda lalu bertanya-tanya mengapa pernikahan bisa berujung pada sesuatu yang melelahkan, Anda merasa kurang bahagia, hingga perlahan bayangan akan sebuah pernikahan yang indah memudar begitu saja. Bahkan, Anda mulai berpikir bahwa Anda telah salah memilih pasangan.

Sepertinya Anda tidak sendirian. Beberapa orang terkadang memang terlalu fokus pada pasangan tanpa membangun kehidupan pribadinya. Memberikan perhatian yang berlebihan pada pasangan akan bisa mendatangkan obsesi pada pasangan yang tak jarang mampu mengaduk-aduk emosi. Kekecewaan demi kekecewaan bertumpuk karena pasangan tak sesuai seperti yang Anda harapkan.

Pernahkah berpikir seperti ini?

Pikiran “saya sudah mengorbankan karir demi keluarga”, “saya sudah membanting tulang untuk kesejahteraan kita bersama”, “saya sudah melewatkan banyak hal agar mampu menghabiskan waktu bersamamu”, dll. adalah segala keluhan yang sebenarnya bersumber pada pengorbanan yang akhirnya menuntut pada pemenuhan kualitas yang Anda inginkan. Anda melakukan banyak hal dan akhirnya mengharapkan pasangan mampu berlaku seperti yang Anda inginkan.

Kita sama tahu, bahwa hubungan pernikahan adalah hubungan yang melibatkan dua kepala dengan latar belakang, pengalaman, dan peran yang berbeda. Pasangan kita adalah orang lain yang berkomitmen untuk hidup bersama dengan kita, bukan untuk menjadi apa yang kita mau. Segala macam perbedaan tentu memiliki jembatan yang bernama komunikasi dan keputusan bersama.

Bagaimana dengan berpikir terbalik?

Coba kita ingat bersama: saat kita merasa marah, kecewa, sedih, dll. terhadap pasangan apakah muncul kata-kata “seharusnya dia …”, “kalau saja dia …”, “mungkin akan lebih baik kalau dia …”

Nah, bukankah pikiran itu datang dari dalam diri kita sendiri?

Coba jika kata-kata itu dibalik: “seharusnya aku …”, “kalau saja aku …”, “mungkin akan lebih baik kalau aku …”

Mudah mendengarnya? Bisa kita menerima begitu saja kata-kata itu?

Kita renungkan bersama: kita lebih menyukai kompromi (keputusan bersama) atau perilaku yang diatur orang lain karena penilaian dan pemikiran sepihak?

Akibat banyaknya harapan yang kita tujukan pada pasangan, kita kadang mengeluarkan emosi yang sebetulnya tidak perlu. Sesungguhnya, persoalan dalam rumah tangga tidak akan selesai dengan melepaskan emosi tanpa berusaha mengatasi sebabnya.

Apa yang bisa kita renungkan untuk menemukan pemecahan?

Kembangkan kehidupan pribadi karena kita menikah untuk berbagi kehidupan, bukan untuk menguasai orang lain. Terkadang kita sendiri mungkin memiliki ruang di dalam diri yang kosong dan mengharap untuk dipenuhi oleh orang lain. Tanpa pasangan, kita sendiri mungkin tidak dapat hidup berbahagia. Hal ini akan menimbulkan banyak harapan agar pasangan bisa membuat hidup kita lebih berbahagia. Jika kita berbahagia karena kemandirian emosi, maka kita sadar bahwa kebahagiaan kita tidak ditentukan oleh pasangan semata. 




Kita perlu merenung apakah kita sangat menginginkan pasangan berubah? Sebaiknya kita mencari sebab atas perilaku tersebut. Apakah karena merasa tidak aman? Apakah kita takut terluka? Semua pertanyaan itu harus dicari jawabannya. Dan saat menemukan jawabannya, kita harus memastikan bahwa semua kekhawatiran itu sumbernya dari mana: pasangan kita memiliki kepribadian yang buruk, atau dalam diri kita sendiri memang selalu memiliki banyak kecemasan. Keduanya sama penting untuk dicarikan solusinya.

Apakah kita tipe dominan dan perfeksionis? Hal-hal seperti itu perlu dikontrol karena kehidupan ini memang tidak ada yang sempurna. Parahnya, sampai cara menaruh handuk yang salah bisa membuat kita marah. Justru menikah adalah kombinasi dari ketidaksempurnaan yang ingin saling melengkapi dengan cara bertumbuh bersama. Kita tidak mungkin fokus pada hal-hal yang negatif menurut persepsi kita saja sehingga lupa untuk saling memberi kesempatan pada pasangan untuk mengembangkan dirinya.

Demikian beberapa hal yang bisa kita renungkan bersama. Satu hal yang tak bisa kita lupakan bahwa sebuah hubungan dalam bentuk apapun, selalu memerlukan kerja keras dan kerjasama demi mencapai kebahagiaan. 

4 komentar:

  1. saya jd ingat saya dan pasangan mbaaa... cm posisinya saya sih yg banyak kekurangan yg harus diperbaiki... bersyukurnya suami gaya komunikasinya baik, enak gt ngomongnya, sabar... saya jg jd enak nerima masukannya... (satu dua kali pernah ngambek jg ding, hehehe) dan saya berterimakasih bgt utk kekritisannya (yg disampaikan dg gentle), saya belajar mjd lebih baik tiap hari... :)

    BalasHapus
  2. Saya juga merasa capai capai dan capai, saya sering ngajak komunikasi. Tapi tdk ada komentar, dan tidak ada perubahan.

    BalasHapus
  3. Betul banget, mbak. Kita harus tahu bahwa pasangan kita itu bukanlah kita yang harus menjadi seperti yang kita mau. Sama-sama introspeksi diri lah. Hatinya kudu legowo. Jangan terlalu baper. Jika kita menuntut ingin dipahami, cobalah untuk memahami tabiat pasangan kita. Apalagi tipikal suami yang kadang tidak peka dengan perasaan istrinya. :)

    BalasHapus
  4. Banyak-banyak introspeksi dan berusaha memahami pasangan merupakan hal yang penting dalam membina rumah tangga. Jangan terlalu baperan lah, laki2 kebanyakan memang cuek dan kurang perhatian meski nyatanya mereka cinta kok.

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats