Kamis, 03 November 2016

Berani Berkata Tidak


@talkingtonelly.com


Dulu, saya tipe yang susah sekali bilang: TIDAK. Apalagi kalau yang minta kelihatan memelas. Saya paling tidak tahan dengan rayuan atau tipe-tipe orang yang merajuk dan terlihat lemah. Tapi, lama kelamaan … saya capek :D

Capek itu kadang bukan karena saya ingin dihargai atau jika dalam bentuk bantuan maka saya ingin orang yang saya bantu itu bisa membalas budi. Saya hanya jadi tidak memiliki waktu untuk diri sendiri. Saya sibuk menghargai dan memikirkan orang lain tapi saya tidak bisa menghargai diri sendiri yang terkadang merasa terpaksa melakukan sesuatu.

“San, temenin jalan ke sana ya.”

“San, aku pinjam barangmu yang ini ya.”

“San, kamu bantu aku ngerjain ini ya.”

Dll.

Parahnya, beberapa tipe orang seperti ini malah jatuhnya mengeksplotasi saya. Sudah habis waktu untuk diri sendiri, mesti menyelesaikan pekerjaan orang lain pula. Saya dapat apa?

Saat saya bertanya “saya dapat apa”, apakah itu terdengar egois? Mungkin dulu saya merasa begitu. Tapi sekarang saya memahami bahwa “egois” dan “rasional” itu berbeda. Egois adalah sikap mementingkan diri sendiri. Rasional adalah sikap mengukur kemampuan diri. Lebih egois mana: orang yang berkata “tidak” karena merasa tidak mampu memberikan sesuatu atau orang yang memaksakan kehendak agar orang lain menuruti keinginannya?

Tidak ingin menjadi manusia yang mudah dieksploitasi adalah kebijaksanaan tersendiri. Mudahkah? Menjadi bijaksana selalu tidak mudah. Butuh keberanian. Padahal, perilaku bijaksana sesungguhnya adalah perilaku yang menghargai diri sendiri dan juga perilaku yang membebaskan. Sebagian orang, termasuk saya, butuh berlatih untuk mampu berkata “tidak”. Berani mengambil resiko dan bisa berkata “tidak” adalah sebuah kekuatan yang patut disyukuri.

Berkata “tidak” sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab. Saya bertanggung jawab terhadap apa yang akan saya lakukan: hidup saya dan orang lain. Untuk apa saya terkungkung pada perasaan “tidak enak menolak” tapi saya akhirnya merasa terbebani dan melakukan sesuatu karena terpaksa, atau malah parahnya ngeles dari apa yang sudah saya “iya”-kan.

Berani berkata “tidak” adalah bentuk pernghormatan kepada diri sendiri dan orang lain karena tidak membiarkan diri dipengaruhi orang lain dan juga tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk bertindak semaunya. Interaksi orang-orang dewasa idealnya adalah saling menghormati dan menghargai. Sikap ini kadang memang bisa membuat seseorang merasakan sepi karena harus menjadi tegas. Namun sekali saya terikat dan takut menjadi “sendirian” maka saya akan makin membutuhkan kekuatan untuk berkata “tidak”. Padahal, kenyataan kadang tidak semengerikan  apa yang saya takutkan.

Jika menjadi orang dewasa membuat seseorang sulit mengatakan “tidak” maka perlu merenung: apa yang sudah terjadi dalam pertumbuhannya? Karena, seorang batita memiliki insting untuk bisa mengatakan “tidak”saat menolak perintah, bujukan, rayuan, atau pemberian pengasuhnya. Ini merupakan hal-hal primordial yang mampu menegaskan diri terhadap keinginan orang lain. Namun sayangnya, karena pengalaman-pengalaman hidup tertentu membuat seseorang hidup seperti yang diinginkan orang lain. Meskipun tahu: itu tidak nyaman.

Lalu, apa saja yang bisa kita lakukan untuk bisa melatih diri berkata “tidak”?

  • Belajar menjadi diri sendiri dan temukan kekuatan diri sendiri.
  • Buat target harian maupun berjangka agar bisa fokus pada tujuan hidup sehingga bisa berpikir rasional dan terukur. 
  • Gunakan teknik menunda. Jika belum terbiasa berkata tidak, terlebih dahulu latih respon “saya akan memikirkannya dahulu”. Pertama, ini sinyal bahwa kepentingannya bukan satu-satunya yang harus dituruti. Kedua, melatih untuk tidak bersikap impulsive (memutuskan tanpa berpikir lalu menyesalinya). Ketiga, memberi waktu untuk benar-benar berpikir dan menemukan lasan yang tepat untuk berkata “tidak” jika memang keinginan itu tidak rasional. Cara ini akan melatih untuk mampu membuat keputusan dengan lebih cepat kelak.
  • Menolak dengan Bahasa yang halus. Misalnya, “Saya lebih suka …,”, “Kayaknya bagus, tapi aku sepertinya …,”, “Kamu membuatku banyak tertawa, tapi kayaknya aku dan kamu tidak memiliki masa depan yang terbaik …,”, “Sayang, kayaknya kita tidak punya titik temu yang pas …,”
  • Katakan jika kita sudah memiliki komitmen pada orang lain. “Kayaknya oke, tapi sayang aku sudah duluan janji sama …”
  • Ingatlah bahwa kita sedang punya tanggung jawab pada diri sendiri maupun orang lan. Barangkali kita sudah punya pekerjaan pribadi yang harus diselesaikan atau bahkan pekerjaan yang saat kita mengambil keputusan “iya” atau “tidak” itu dampaknya besar bagi orang lain.

Demikian beberapa cara yang bisa membuat kita berlatih untuk berkata “tidak”. Kalau sudah terbiasa, maka ke depan kita bisa lebih dengan mudah menemukan jeda sebentar, menarik nafas, dan berkata “tidak” saat kita benar-benar ingin menolak sesuatu karena kita merasa tidak nyaman dengannya. 

1 komentar:

  1. Tulisan nya enak dibaca, tips nya pantas dicoba :) trima kasih mba

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats