Jumat, 11 November 2016

Catatan Baby Blues: Monster Versi Jawa

Saya pernah. Itu jawaban saya jika saja ada yang bertanya apakah saya pernah mengalami baby blues? Ini catatan saya saat kelahiran putri pertama. Kelahiran kedua, saya tidak mengalaminya. Namun saat kelahiran ketiga, saya mengalami post partum depression yang menguras jiwa namun alhamdulillah saya bisa melewatinya.

Saya menunggu kelahiran putri pertama empat tahun lamanya setelah pernikahan. Sebelumnya, saya menderita endometriosis dan mengalami keguguran. Alhamdulillah setelah terapi, saya pun hamil kemudian dan kista cokelat 5x5cm itu menghilang dengan sendirinya.

Setelah kelahiran bayi mungil itu, seringkali saya terbangun di tengah malam buta dan merasa khawatir bertemu makhluk tinggi besar berbulu yang menakutkan. Apalagi jika dia ingin mengambil bayi saya.

Perasaan saya? Wow! Di antara Mommies semua mungkin ada yang langsung membayangkan bahwa di balik punggung makhluk itu sudah ada penjaga yang telah menyiapkan sebuah tabung untuk menyimpan energi tatkala saya mengeluarkan sebuah teriakan: aaarrrggghhh!

Tet tet tet tet.... Bersahutan bunyi alarm menandakan tabung segera overload. Yah, makhluk bulat bermata satu berwarna hijau, Mike, yang akan tertawa cengengesan saat tabung energi itu terisi penuh tatkala teriakan saya mencapai volume yang maksimal. Lalu, makhluk berbadan besar dan berbulu, Sully, juga akan segera menghilang di balik pintu dan ikut menertawakan saya yang hampir mati ketakutan di dalam kamar.



(c) Walt Disney

No no no, Mom! Ambil penghapus, dan segera hapus semua bayangan yang telah Mom buat. Otak saya mengingatkan. Anda bercanda terlalu jauh, Mom. Tangan saya langsung menepuk jidat yang agak panas ini dan segera meninggalkan kisah Monster Inc yang merusak suasana mellow saya.

Soal makhluk besar di tengah malam itu benar adanya. Tapi, tentu tidak relevan dengan kisah tabung energi keluaran pabrik monster sebab tatkala saya bertemu dengan makhluk itu..., makhluk..., makhluk... aaarrgh! You know-lah: makhluk yang bernama... "don't-ever-call-his-name" kalau saya nggak pengen tambah merasa horor dan tidak bisa tidur dengan tenang di malam-malam berikutnya.

Faktanya, makhluk itu tidak berwarna biru. Dan, sepertinya ia tidak sedang bertugas dengan what-you-call-it tabung energi or something.... Dia mengerti benar cara menakut-nakuti manusia. Manusia yang takut, seperti saya ini, seringkali malah tidak bisa berteriak (apalagi dengan volume maksimal) saat melihat kedatangan makhluk yang don't-ever-call-his-name. Orang yang sangat ketakutan biasanya lebih gagu untuk sekedar mampu menyuarakan huruf "a". Lalu, siapakah gerangan makhluk itu?

Saya akan mencoba menceritakan dengan sedikit detail tentang semua yang saya alami.... Ini terjadi beberapa tahun yang lalu.

Saat tengah malam menjelang, saya sering terbangun dan merasa ketakutan sejak saya punya bayi untuk pertama kalinya. Saat terbangun itu, hal yang saya lakukan pertama kali adalah mengecek gerak perut bayi saya yang masih berusia beberapa hari. Apakah ia masih bernafas?

Anehkah pertanyaan itu? Di antara Mommies semua mungkin ada yang menduga bahwa bayi saya sedang mederita sebuah penyakit yang serius. Tidak. Sayalah yang dihantui perasaan yang sangat serius.

Tiba-tiba saya sering merasa bahwa diri saya adalah sesosok manusia yang paling menderita. Saya bisa merasa sedih dengan tiba-tiba. Saya takut bayi saya mati. Saya takut tidak bisa jadi ibu yang baik. Tak jarang airmata saya berlelehan dalam menghadapi persoalan yang terasa begitu sepele. Saya menjadi sangat sensitif. Ditambah, saya menderita insomnia akut. Padahal bayi saya saat itu tidak sering mengajak bangun malam. Tapi sayalah yang sering terbangun tengah malam dengan perasaan kacau balau. 

Saya sering khawatir tiba-tiba bayi saya akan berhenti bernafas karena saya sungguh mengkhawatirkan apakah jantung atau paru-parunya sudah bisa bekerja dengan benar. Saya juga sering merasa khawatir bayi saya akan tergencet badan saya yang besar dan saya mendapatinya sudah tidak bernafas tanpa sempat menangis. Biasanya, setelah itu menjadi sulit tidur....

Nah, di saat-saat itu, saya sering sekali merasa ada makhluk besar yang datang hendak mengganggu kami! Dia seperti datang tiba-tiba dan saya tidak tahu kapan dia mulai muncul. Anehnya, saya sebenarnya tidak yakin sekali benar-benar melihat sosoknya. Itu seperti.... perasaan saya saja.

Hati saya riuh dengan bacaan doa-doa agar Allah menjaga saya dan saya selalu melindungi bayi saya. Saya biasanya akan segera mengungsi bersama bayi saya ke kamar mama.

Saya ini agak penakut. Tapi, ketakutan saya sepertinya tidak keterlaluan seperti ini. Sejak masa hamil pun sebenarnya saya sudah biasa tidur sekamar dengan mama (papa saya sudah meninggal). Namun, waktu itu saya berharap bisa tidur di kamar sendirian karena saya ingin menikmati waktu tidur berdua hanya dengan bayi saya. Maka sejak saya menjadi sangat penakut itu, saya pun memilih untuk seterusnya tidur di kamar mama.

Apakah kemudian makhluk itu tidak berani datang lagi karena takut dengan mama saya? Ups, kalau mendengar pertanyaan ini pasti mama akan melotot garang sambil teriak, "Lu kata mama cenayang sepuh yang mengerikan?" Sorry, Ma. Hehehe....

Dia datang hampir tiap malam. Jadinya sungguh merepotkan. Saya sering membagunkan mama di tengah malam buta agar mau menemani saya. Demikian juga saat saya haus atau ingin ke kamar mandi, saya membangunkan mama saya. Karena sedikit-sedikit saya membangunkan mama, beliau pun murka dan memaksa saya untuk mau jalan sendiri ke dapur atau ke kamar mandi dan dengan teganya mengultimatum saya agar tidak lagi selalu membangunkan mama dengan alasan "please, deh, mama seharian udah ngurusi bayi kamu!"

Yah, saya memang belum terlalu bisa mengurusi bayi saya sebab saya selalu takut salah merawat bayi saya. Jadi, mama saya yang berperan banyak dalam mendampingi saya. Namun, demi mendengar bentakan mama saya itu, saya merasa dunia runtuh saat itu juga. Saya merasa mama sudah tidak peduli dengan saya lagi. Saya merasa menjadi makhluk yang paling malang sedunia. Malangudin, mungkin begitu kata si Udin.

Seringan itu masalahnya? Ya, seringan itu. Please, jangan tertawa. Apalagi saat itu suami saya jauh dari saya. Kami sedang LDM. Saya benar-benar merasa terpuruk dan sangat sensitif. Bayangkan! Mama tidak mau tahu soal ketakutan saya tentang makhluk yang aneh itu.

"Saya takut, Ma! Seperti ada genderuwo... (saya agak agak yakin makhluk ini adalah terjemahan bebas dari sesosok makhluk berbadan besar, bermata lebar, berbulu, dan memiliki tangan yang begitu besar versi Pulau Jawa). Seperti monster itu...,"

"Kamu itu monsternya!" mama menyahut bete.

Huhuhu....

Bahkan, makhluk itu lama-lama seperti tidak puas menggaggu saya di malam hari. Dia bahkan kadang datang kapanpun juga membuat saya ketakutan sepanjang hari. Di belakang rumah, kami memiliki sumur yang saya tidak berani mendekatinya lagi. Setiap melihat sumur itu, saya merasa makhluk itu ada dan tertawa mengatakan, "Awas! Bayimu bisa masuk sumur!"

Celakanya, sejak saat itu juga saya jadi membayangkan yang tidak-tidak. Haduuuh, bagaimana kalau bayi saya nanti mati? Manusia sekecil itu bisa ngapain, sih? Jangan-jangan organ-organ dalam tubuhnya itu juga ada yang tidak bisa bekerja dengan baik? Bagaimana jika bayi saya itu diculik sama makhluk besar itu?

Akibat adanya pikiran-pikiran aneh itu, saya jadi cepat sekali gusar. Apalagi jika mama merasa pemikiran saya itu aneh, saya merasa sangat amat dipojokkan. Saya menganggap mama adalah orang yang paling tidak peduli dan tidak menyayangi saya. Mama membiarkan saya ketakutan di malam hari dan tidak menghargai pikiran-pikiran saya. Saya pun menjadi sosok yang mudah marah. Terlebih sama mama dan suami saya yang menurut saya waktu itu tega sekali meninggalkan saya sendirian mengurus bayi. Hehehe.... 

Suami yang sedang pendidikan jadi ikut menjadi pusat kemarahan. Pokoknya saat itu saya jauh dari "berpikir rasional". Saya mudah menyerang orang lain dimana saya juga tiba-tiba merasa menjadi Malangudin, eh, maksudnya orang paling malang sedunia. Marah, marah, marah. Sedih, sedih, sedih. Bahkan, terkadang tanpa sebab yang jelas!

"Kamu harus diruqyah!" kata teman saya suatu saat ketika saya curhat.

Saya terhenyak.

"Itu jin!"

Saya lebih terhenyak lagi kali in. Astagaaaa, jin, bo! Itu sesuatu yang serius!

"Lalu, saya harus ngapain?" tanyasaya panik.

"Seperti yang kukatakan tadi. Kamu diruqyah saja. Barangkali juga akhir-akhir ini ibadahnya kurang khusyuk...."

Aaarrrggghhh! Percaya tidak? Saya bukannya appreciated soal ide ini. Malah, mendengar pendapat itu, muncul perasaan yang sulit dikendalikan atau dikatakan. Padahal, saya seorang muslimah yang berusaha untuk taat pada nilai-nilai Islami, namun, demi mendengar pendapat itu tiba-tiba saya merasa marah karena mudah sekali saya dicap: diganggu jin karena ibadah yang kurang khusyuk. 

Soal serampangannya saya menerjemahkan opini teman saya itu tidak usah dipermasalahkan. Bukan defense, kalau saya tahu jawabannya kenapa saya sangat sensitif dan mudah marah atau sedih, mudah merasa dihakimi, pasti saya tidak langsung BT begitu, dong.

Faktanya, pendapat teman saya malah memperburuk kondisi saya. Demi terngiang-ngiang kata "jin", saya yang aslinya agak penakut itu malah tidak bisa tidur. Takut makhluk besar yang saya terjemahkan bebas sebagai genderuwo itu iseng mengajak teman kencannya nyamperin saya di tengah malam buta. Teman kencan ideal di tengah malam buta bagi Oom Genderuwo itu dalam bayangan saya  adalah Tante Kunti. Huaaa... saya takut banget. Apalagi, you know-lah... jika hanya ada dua makhluk berkencan tanpa ikatan, maka akan ada makhluk ketiga yang bernama setan. Haaa? Gimana kalau setannya itu pocong? Stop! Makin aneh aja, sih? Sejak kapan genderuwo sama kuntilanak menjadi tidak satu spesies dengan pocong? Duh, saya menjadi semakin tidak bisa tidur di malam hari.

Tak tahan dengan segala kemarahan ini, saya pun terisak-isak menelpon suami. Tanpa suara. Hanya isak saja. Mendengar suara suami, saya pun seperti terhipnotis untuk segera mengakhiri kemurungan ini. Ya, saya kadang merasa sooo desperate tanpa sebab yang rasional.

Menimbang saya merasa begitu bahagia saat berbincag dengan suami, saya pun lebih menaikkan intensitas komunikasi. Mungkin, suami merasa harus berperan dalam kemurungan saya sebab saya merasa suami saya yang sangat tidak romantis itu tiba-tiba saja menjadi agak genit mengirim sms-smsnya seperti misalnya:

-Mas kadang khawatir kalau ada semut yang mengerubungi adek saat tidur.-
-Lho, kenapa?-
-Habis adek manis, sih!-

Bwahahahaha...! Saya yakin 100% itu bukan sms orisinil! Pasti bajakan. Saya tahu suami saya tak terlalu jenius soal mengarang sms.

Faktanya, berkat sms-sms bajakan itu hati saya seringkali menghangat dan meledak-ledak. Saya lebih welcome dengan segala nasehat mama dan nasehat suami yang disuntikkan pelan-pelan yang tadinya membuat saya sering merasa tersinggung. Saya mulai memiliki kesadaran untuk berpikir rasional. 

Soal nasehat teman saya tentang jin? Saya tidak meruqyah diri saya begitu saja tetapi saya memang meningkatkan kualitas ibadah saya kepada Allah. Lagipula, tidak mudah menemukan peruqyah yang bisa menangani saya. Dan..., saya yang lulusan psikologi dan sedikit banyak tahu tentang ilmu jiwa merasa bahwa saran itu sungguh terlalu dini diberikan. Bukannya tidak percaya akan gangguan jin, tapi tidak semua hal harus selalu dikaitkan dengan jin. Otak saya menawar, barangkali ada cara yang lebih rasional untuk menangani kasus-kasus seperti saya.

Menjadi orang yang pernah kuliah di bangku psikologi tidak lantas membuat saya langsung aware dengan keanehan diri saya yag begitu tiba-tiba. Jangankan memikirkan keanehan, merasa telah menjadi aneh saja tidak. Belakangan, setelah pikiran saya agak bolong, saya mencoba mengubek-ubek internet demi menemukan sebuah petunjuk. Lalu, saya merasa menemukan jawaban saat saya membaca tentang sindrom  baby blues. Wew, apakah saya sedang mengalaminya?

Saya langsung up date pengetahuan saya tentang sindrom ini berikut fase lanjutannya, postpartum depression (PPD). Wah, ternyata semua mama, apalagi yang baru melahirkan anak pertama, bisa mengalami sindrom ini. Bahkan, ada yang sampai mengalami PPD hingga psychosis postpartum itu dengan hal yang paling buruk: membunuh bayinya! Astaghfirullahal'adziiim.... Penyebabnya? Banyak. Selain hormon dan kondisi kesehatan lainnya, kondisi psikologis dan sosiai juga memengaruhi, lho.

Saya sungguh bersyukur mampu melewati masa-masa itu dengan sukses tanpa mencederai diri sendiri, keluarga, bahkan bayi saya, dengan perilaku-perilaku depresif yang ekstrim. Maka, jika saja mama saya berkata, "Kamu itu monsternya!" saat saya khilaf meneriaki bayi saya yang sekarang sudah menjadi balita saat beliau berkunjung ke rumah kami di Depok, saya hanya tertawa terbahak-bahak. Sekarang, call his name "Genderuwo", monster versi Jawa tanpa merasa ketakutan. Ups, yakin nggak bakal takut? Hmmm... akan saya pertimbangkan.


Tips: 

  • Baby blues umum terjadi di minggu-minggu pertama pada ibu-ibu yang baru melahirkan. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti namun diduga karena perubahan hormon pada ibu setelah melahirkan. Gejalanya adalah menangis tanpa sebab yang jelas, mudah sedih, tidak sabaran, mudah tersinggung, kurang istirahat, cemas, kelelahan, susah tidur, perubahan mood yang tiba-tiba, dan susah berkonsentrasi. Dengan pengetahuan yang tepat, baby blues akan bisa dilewati dengan aman.

  • Meski baby blues bukanlah keadaan yang bisa membuat kita berpikir rasional, setidaknya cobalah untuk tenang jika merasa tindakan kita sudah dikeluhkan atau mendapat kritik dari orang-orang tercinta seperti suami, mama, atau ibu mertua.

  • Jangan melakukan defense atas saran dan masukan, dengar dan renungkan nasehat mereka yang kita sudah percaya bahwa mereka tidak akan pernah menjerumuskan kita.

  • Tingkatkan intensitas komunikasi dengan suami saat merasa diri demikian terpuruk oleh beberapa hal yang tidak kita sukai. Cinta, rasa sayang, dan kesediaan suami untuk mendengarkan kita seringkali menjadi penenang dan penyembuh luka walau tak sepatah saranpun ia ungkapkan, walau kita tidak selalu diskusi soal jalan keluar akan masalah yang kita hadapi saat mengobrol dengannya.

  • Cobalah untuk mencari sebab-sebab yang membuat diri kita menjadi kurang nyaman. Bisa dengan cara bertukar pikiran dengan orang-orang terpercaya, bisa dengan membaca buku, bahkan saat ini banyak sekali hal-hal yang bisa kita temukan jawabanya saat kita berselancar di internet.

  • Jangan pernah buru-buru menyalahkan diri sendiri jika ada orang yang memberikan saran yang belum tentu benar. Kita harus selalu berpikir positif tentang diri sendiri sementara kita juga melakukan banyak perenungan dan rasionalisasi.

3 komentar:

  1. untungnya saat melahirkan gak pernah alami seperti itu

    BalasHapus
  2. Aku mbaa.. Aku Awal Awal punya Bayi stress Tekanan banyak banget, termasuk tangisan anak aku jugaa salah satu penyebab stress. Bahkan sampe takut liat benda-benda tajam. Alhamdulillah ya Allah, berkat bantuan Allah semua terlewati dengan baik.. itu masa masa paling menakutkan selama aku hidup.

    Bener-bener butuh support Suami dan keluarga.

    www.hai-ariani.com

    BalasHapus
  3. Saya ga tahu pasti awal2 lahiran itu baby blues atau bukan. Smpet pengen kabur. Hahhahahha

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats