Selasa, 08 November 2016

Mengapa Orang Bertingkah Menyebalkan?


(c) dreamstime.com


Di beberapa kesempatan, mungkin di lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, keluarga, bahkan di media sosial, kita pernah merasa sebal dengan banyaknya emosi keluar yang tidak terkontrol: marah, sedih, kecewa, takut, cemas, khawatir, dll. Tapi kita mencoba untuk bertahan, bersabar, dan mencoba mencerna segala emosi yang keluar dalam berbagai bentuknya: kata-kata kasar, sampah, santun, hasut, optimisme, ketakutan, kecemasan yang berlebihan, pesimisme. Kita sendiri berpikir, “Kenapa saya harus merasa tertekan dengan percikan emosi itu saat saya merasa baik-baik saja dengan diri saya dan hidup saya? Saya tidak ada masalah dengan mereka semua”. 

Atau, justru kita yang merasa mudah teriritasi? Sudah pusing dengan masalah sendiri dan stuck. Mencemaskan dan mengeluhkan banyak hal sehingga tidak bisa bertahan pada hal-hal yang membuat tidak nyaman? Merasa semuanya tidak asyik?

Kita mungkin akan berpikir, “Apa yang terjadi dengan mereka? Apa yang terjadi dengan saya?”. Apakah mereka atau kita memang tidak bahagia dan belum menemui kepuasan?

Memang ada orang yang merasa selalu tidak aman, memiliki kesulitan menerima diri, bahkan tidak memiliki kemerdekaan pikiran. Alih-alih memahami sebuah permasalahan tertentu di mana mereka terpaksa terlibat, mereka justru riuh oleh pikirannya sendiri dan permasalahannya sendiri. Menyeberang jembatan, mungkin adalah hal yang tidak mudah jika takut pada sungai yang membentang di bawahnya. Mungkinkah mereka memiliki Psychological Well-Being yang rendah?

Apa sih Psychological Well-Being itu? Rumit dan saya cukup susah menemukan definisinya. Yang pasti Psychological Well-Being adalah optimasi fungsi psikologi untuk kepuasan hidup yang memiliki beberapa indikator.

+ Merasa diri Anda dan kehidupan Anda begitu baik? 

+ Menikmati apa yang dikerjakan?

+ Selalu penasaran dengan segala sesuatu yang terjadi di sekitar?

+ Memiliki hubungan yang harmonis?

+ Peduli terhadap tujuan hidup?

+ Memiliki kontrol atas diri sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan itu adalah beberapa indikator yang ada. Namun ada juga ahli psikologi yang mengidentifikasikan well-being itu lebih jelas lagi. Bahwa, well-being teridentifikasi dengan hal-hal berikut:

1. Penerimaan Diri

Seseorang yang mampu menerima diri adalah orang yang mampu melihat sisi baik dan buruk dari dirinya. Ia mampu menerima dan memandang diri secara positif. Ia juga memandang secara positif perilakunya di masa lalu dan semua pilihan yang telah dibuat. Sebaliknya, orang dengan penerimaan diri rendah seringkali cenderung kritis terhadap diri sendiri, bingung dengan identitasnya, dan berharap mereka bisa lebih dihargai.

2. Hubungan yang Positif

Individu dengan hubungan yang positif akan selalu merasa terhubung, dicintai, dan dihargai. Mereka merasa aman dalam hubungan itu dan mampu berbagi banyak hal. Sebaliknya, individu dengan hubungan yang negatif sering merasa tidak dihargai, tidak dihormati, tidak dicintai, terasing, tertolak, dimusuhi, atau disalahpahami. Mereka cenderung merasa tidak aman dan kadang-kadang menarik diri.

3. Otonomi

Seseorang dengan otonomi tinggi akan mampu bersikap tidak bergantung, mandiri, berpikir secara merdeka, tidak terbebani oleh keharusan untuk menyesuaikan diri, dan tidak khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain terhadap dirinya. Sebaliknya, individu yang dengan otonomi rendah akan bergantung pada orang lain, terus-menerus khawatir tentang pendapat orang lain mengenai dirinya, selalu mencari bimbingan orang lain dalam melihat segala sesuatu, dan memiliki beban untuk menyesuaikan diri dengan keberadaan atau keinginan orang lain.

4. Penguasaan Lingkungan

Penguasaan lingkungan berhubungan dengan sejauh mana seseorang merasa mampu memenuhi tuntutan situasi yang ada. Individu yang memiliki penguasaan terhadap lingkungan akan mampu merasakan dan menemukan sumber daya dan kapasitas yang ada dalam mengatasi sebuah permasalahan, mampu beradaptasi dengan masalah yang ada, dan tidak mudah stress. Individu dengan tingkat penguasaan lingkungan yang rendah akan merasa tidak berdaya untuk mengubah aspek lingkungan yang mereka anggap tidak memuaskan, merasa stress dan kewalahan, dan merasa tidak memiliki sumber daya untuk mengatasi permasalahan.

5. Tujuan Hidup

Seseorang yang memiliki tujuan hidup akan menemukan makna karena ia tahu manfaat hidupnya untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar. Ia mampu bekerja untuk membuat perbedaan di dunia ini dan mudah terhubung dengan ide-ide atau gerakan sosial yang lebih besar dari dunianya pribadi. Sebaliknya, orang dengan tujuan hidup yang rendah seringkali merasa hidup mereka tidak masuk akal dan cenderung kritis terhadap tujuan hidup yang lebih besar di luar dirinya. Tidak ada makna atau nilai hidup yang lebih tinggi dari selain memenuhi rangkaian pekerjaan atau rutinitas sehari-hari.

6. Pengembangan Diri Pribadi

Individu dengan tingkat pengembangan diri yang tinggi akan selalu berubah ke arah positif. Mereka selalu menggali potensi dalam diri, bertumbuh lebih matang, meningkatkan pengetahuan, dan belajar ketrampilan-ketrampilan baru. Sebaliknya, seseorang dengan pengembangan diri rendah sering merasa bosan dan tidak tertarik pada kehidupan. Ia tidak merasa ada peningkatan diri dari waktu ke waktu. 

Selanjutnya,
Bagaimana Cara Meningkatkan Well-Being? 

1 komentar:

  1. yang menyebalkan adalah yang berkebalikan dari poin2 diatas y mba,entahlah mindset mereka beda2 :p

    BalasHapus

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats