Minggu, 20 November 2016

Teori Belanja Cerdas Itu Kadang Rontok



belanja cerdas
(c) koleksi pribadi

Suka belanja online atau datang ke toko? Tergantung dong ya. Kalau saya lebih suka belanja langsung ke toko daripada online karena selain bisa mendapat gambaran produk secara real sekalian bisa cuci mata :D Melihat-lihat pakaian anak-anak atau dewasa kekinian kadang cukup membuat kagum atau terheran-heran: ini mode udah kayak rotasi bumi ya? Terutama kalau lagi jalan sama mam, "Ini sih jaman mama muda balik lagi." Setelahnya, mampir makan bersama rombongan sirkus anak-anak sambil ngobrol ini-itu sampai mereka puas.

Saya sebenarnya bukan penyuka belanja. Namun sejak memiliki anak-anak, saya mulai belanja untuk mereka. Saya mulai belajar bagaimana belanja cerdas itu. Mengatur ini-itu sampai pasang kuping kalau lagi ada diskon dalam radius sekian meter hingga sekian  kilo. Tapi seringkali meski tidak ada diskon, hidup harus berlanjut kan? XD Dan ngga enaknya, kebiasaan membeli baju untuk anak-anak ini kadang suka menjajah. Saat saya berjalan-jalan di mall, misalnya, saya jadi suka belok :v Alasannya: lihat koleksi baju anak-anak.

Saat belanja, saya seringkali terjebak baper dan kadang perilaku impulsif yang membuat saya harus menarik nafas. Hilang sudah pikiran tentang belanja cerdas. Mestinya cuma lihat, ternyata beli juga. Apalagi kalau ada harga diskon. Kayak cerita berikut deh ....

Saya sedang berada di sebuah toko perlengkapan bayi: Baby Center. Sudah hampir dua jam saya hanya berputar-putar di bagian baju bayi: memilah dan memilih. Sesekali, saya berteriak kecil melihat label harganya: MURAH. Aduuhhh, mumpung murah…, pikir saya galau sambil celingukan norak, bergegas melihat-lihat warna dan ukuran. Beberapa orang yang berada di dekat saya menoleh saat saya begitu ekspresif dengan teriakan kecil yang bernada histeris. Whatever apa yang ada di pikiran mereka. Is concerning other people about what I am doing worth it?

Rupanya, saya ngga sengaja datang pas toko baru saja menggelar diskon besar. Mungkin sisa diskon 30%. Pengalaman saya, kalau saya beli baju baru di toko itu, harganya akan turun beberapa minggu kemudian dengan diskon 30%. Dan, saat saya kembali setelah diskon berakhir, baju itu tetap pada harga barunya (setelah diskon), tidak berubah ke harga lama (sebelum diskon). Maka, saya merasa beruntung mendapat sisa baju diskon!

Sim Salabim! Bukan sulap bukan sihir. Hanya dengan jeritan kecil: “Iiihhh, cantik!”, “Aduuuh, lucu!”, “Waaah, murah!”, saya pun mendapati sudah ada enam baju bayi beserta asesorisnya di kereta bayi saya. Bayi saya memandang saya dengan mata terkejutnya yang khas: melebar dan fokus, saat saya berteriak-teriak kecil di sampingnya. Dia lalu tersenyum seolah berkata: Bunda please, deh!

Saya pun diam-diam menghitung harga baju-baju itu. Dan, kepala saya langsung pusing! Emang anak lo cuman satu? Emang lo ngga ada kebutuhan lain? Emang lo udah bebas finansial getoo!? Mana belanja cerdasnya?

Otak saya kembali berisik memberi penyadaran. Pertama, saya ke mall bukan untuk belok ke toko ini. Saya ke mall hanya ingin berjalan-jalan sebelum baju-baju bayi itu seolah melambai-lambai ke arah saya. Kedua, please deh, mau harga asli, mau harga diskon, apalagi harga SALE, bahkan harga CLEARANCE sekalipun, saya selalu menumpuk baju yang “eh lucu”, “eh unik”, “eh murah”, “eh teman saya pasti akan memuji”, dan “eh” lainnya.

Otak analisis saya mulai berfungsi: ini hobby, passion, atau purpose? Ini karena saya senang, saya ingin, atau karena saya memiliki tujuan membelinya?



| Artikel Lain | 5 "Dosa" Belanja


Allah tolooong, bisakah Kau ciptakan saya tanpa membingungkan teori-teori itu? Bisakah Kau menciptakan saya tanpa harus terbebani dengan keputusan hanya karena saya harus membagi-bagi uang yang ada saat berbelanja? *sigh Alamat berdoa ingin jadi orang kaya. Hahaha.

Tiba-tiba ada suara dari dalam diri saya. Seandainya kamu kaya atau bebas finansial, akankah setiap apa yang sudah kamu ingin akan kamu beli? Berapapun banyaknya? Berapapun tidak bermanfaatnya? Setidaknya kamu punya kontrol diri tanpa perlu memusingkan apa itu hobby, passion, atau purpose!

Apa itu? Finansial! Kalau keuangan saya tidak bebas, maka saya akan langsung membidik purpose, tujuan saya membeli. Kalau saya ada uang lebih, baru bisa mengejar passion saya terhadap barang itu. Dua hal ini telah menyelamatkan saya dari dosa kemubadziran. Saya tidak kekurangan barang, tapi saya juga mampu memenuhi passion. Masalahnya, yang berpotensi negatif itu kalau sudah menjadi hobi. Aduhai! Kalau tidak punya uang akan menjadi lebih besar pasak daripada tiang. Kalau kaya akan mampu mengoleksi (mungkin) tanpa cukup uang untuk bersedekah. Kalau bebas finansial pun akan tersangkut dengan kemubadziran atau hal-hal yang berlebihan.

Jadi, salah dong saya demen sama barang-barang, apalagi barang branded, apalagi mengoleksinya? Menurut saya tidak. Tergantung derajat finansial seseorang yang otomatis berakibat pada cara orang meletakkan passion dan purpose, tapi tidak terhadap hobby. Ada orang yang suka mengoleksi sepatu Loubotin atau Tod’s. Ada orang suka memakai tas LV atau Prada. Ada orang suka beli kosmetik Chanel atau Lancome. 

Yah, kita mau apa kalau mereka memang punya uang dan mereka secara personal menganggap bahwa barang itu worthed dan merupakan passion mereka? Lho, passion yang berlebihan juga kan tidak baik? Iya. Tapi, anyway, memenuhi passion itu lebih memuaskan psikologis seseorang daripada menjalankan hobby untuk bersenang-senang dengan skala waktu yang lebih sering. Minimal, pahamilah bahwa orang yang memiliki passion yang ekstrim terhadap sebuah barang akan menyelamatkan nyawanya. Hahaha.

Akhirnya, pikiran saya yang ribut pun tersadar oleh suara tangis si kecil. Saya kembali tertarik gravitasi dan menjejak bumi. Mata saya tertumpu pada si kecil dan seonggok baju yang sudah dipilih. Oooh, dua jam lebih adalah waktu yang sia-sia untuk mengumpulkannya sekaligus mengembalikan empat potong baju dan membawa dua sisanya ke kasir.

Herannya, waktu belanja yang tidak efektif itu terjadi berulang-ulang. Tidak sekali dua kali saya melakukannya. Tidak sekali ini pun saya berpikir tentang hobby, passion, dan purpose! Teori-teori itu senjata saya saat mengambil keputusan! Tapi ajaibnya, saya tidak pernah bisa langsung pintar mengeksekusi pilihan. Hati saya ganti membela gara-gara saya sekarang sering keluyuran ke toko: aaahhh itu bukan hal yang ajaib, itu naluri perempuan….

Euhhh, dasar emak-emak! Otak saya tertawa membahana. Saya pun meninggalkan toko itu dengan tersipu-sipu. Fokus, Mak, fokuuus! Belanja cerdas yuuuk.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats