Minggu, 27 November 2016

Tips Menghindari Drama Suami-Istri




menghindari drama suami istri
sumber foto: shushi168.com

Yakin kalau cuma kaos kaki yang salah taruh seorang istri/suami bisa marah pada pasangannya sampai ke ubun-ubun? Yakin sedang tidak terjebak drama suami-istri?

Perbedaan kecil dalam gaya hidup: cara menaruh baju, cara memilih minyak wangi, cara menyelesaikan masalah, pilihan musik yang berbeda, selera makan yang tidak sama, bla bla bla ... Hingga, “Kenapa kamu benerin aki mobil saja tidak bisa, nggak kayak ayahku?”, “Kenapa kamu memilih gaun saja tidak luwes seperti ibuku?”, "Kenapa kamu milih pasangan kayak aku sih?"


Handuk di atas ranjang, kaos kaki kotor di lantai, ... dan seorang pasangan hidup menerimanya terlalu keras. Masalah kecil tapi terjadi seperti air keran bocor yang mengalir terus menerus. Semuanya tersimpan rapi dalam ingatan, bersanding dengan segala omelan tiada akhir dan barisan mantan-mantan yang jadi terbayang indah. Tak terpecahkan. Lalu sebelum ia menyadarinya, pikirannya sudah lebih dulu mulai membuat kesimpulan: merasa tidak pernah didengar, merasa tidak dihargai, merasa tidak dicintai. Lupa sudah segala janji manis dan tatapan manis yang membunuh saat duduk berdua di bawah pohon bambu.


Negosiasi?


Oke. Kalau memang ternyata seseroang telah terjebak drama suami-istri, bagaimana sih cara mengakhirinya?  Apakah perlu negosiasi dengan suami yang sudah sangat mengiritasi? 

menghindari drama suami istri
Hai, aku datang dari planet Mars khusus untuk menjemputmu di planet Venus!
sumber foto: wallpaperup.com

Sebelum melakukan negosiasi, kita perlu merenungkan bahwa suami-istri memiliki nilai dan cara yang berbeda dalam memandang dunia. Perbedaan ini tentu dipengaruhi oleh genetika, pengalaman hidup, sistem kepercayaan, dll. Pola tersebut sudah terbentuk sebelum ia bertemu dengan pasangannya. Tentu saja nilai yang sudah mengkristal tidak bisa begitu saja terurai. Sehari, dua hari. Seminggu, dua minggu. Setahun, dua tahun. Pun membutuhkan banyak kesadaran untuk mau saling berkompromi untuk berubah atau berada dalam perbedaan itu sendiri.


Saat baper dalam drama suami-istri seperti itu, ingatlah: Anda dulu menikahinya dengan gairah, bukan? Ingatkah Anda pernah sangat mengaguminya dan yakin akan mampu menghabiskan hidup bersamanya? Atau, Anda yakin dengan penuh kesadaran untuk hidup bersama dan mencoba berbagi? Anda tahu setiap manusia memiliki kelemahan dan kelebihan.


Perlu negosiasi!


Anda baru menyadari banyak bukti bahwa pasangan Anda memiliki karakter yang cacat, jorok, hidupnya tidak pernah terencana, selalu mementingkan diri sendiri, bla bla bla ... Berantakan sekali. Anda tidak benar-benar hidup dengan pasangan, Anda hanya hidup dengan pasangan yang memenuhi kepala dengan segala macam pikiran. Dan, Anda mulai peka dengan kesalahan kecil saja yang ia perbuat. Mengumpulkan bukti bahwa pendapat Anda benar. Persepsi pun tergeser pelan-pelan: kekasih idaman menjadi kekasih yang menjengkelkan.


Meletuslah gunung es itu dan bahkan mungkin lama kelamaan Anda merasa negosiasi sudah tidak diperlukan lagi. Sebentar, benarkah negosiasi tidak diperlukan? Perlu, tapi memang tidak selalu menjadi Pertolongan Pertama Pada Pertengkaran (P4). 


Anda yakin itu hanya kesalahan pasangan?


Dalam pernikahan, pasangan tentu tidak berdiri sendiri. Ada Anda dan dia. Artinya, yang berpotensi salah bukan dia saja. Anda juga. Pernahkan mendengar penilaiannya tentang Anda? “Sudah! Dan kita memang tidak pernah dapat jalan keluar!” Itu karena Anda berbicara dengannya atau Anda berbicara dengan diri sendiri?


Tidakkah menyadari bahwa diri Anda memiliki kemampuan terbaik untuk menyadari bahwa Anda bisa merubah diri lebih mudah daripada memaksa pasangan yang pernah sangat Anda kagumi itu? Yang sms dan semua surat cinta elektroniknya tersimpan rapi di folder khusus dengan password gabungan huruf besar-kecil dan angka? Jika Anda merasa berada dalam keadaan yang sangat frustrasi dengan pasangan, bisa jadi Andalah yang sesungguhnya membuat keadaan Anda sendiri seperti itu karena kesimpulan-kesimpulan Anda buat sendiri. Penafsiran seseorang terhadap sebuah masalah menentukan bagaimana ia meletakkan dirinya sendiri.


Penafsiran yang bagaimana?


“Memangnya aku pembantu?”


Setiap pulang kantor, tas kerja selalu berada di atas ranjang dan buku-bukunya berantakan. Bekas makannya tidak dicuci dan gelas kopinya yang kosong tetap di atas meja. “Memangnya aku pembantu? Ngga sopan banget! Capek aku kalau begini terus.”


Sabar ... sabar. Tapi, tidak ada lho orang yang mengajak pembantunya makan berdua candle light dinner di rooftop restoran mewah. Atau, membelikan hadiah dan menghujaninya dengan ciuman kecuali pembantu selingkuhan.

“Ini sengaja!”

Saat suami Anda menaruh bajunya yang kotor secara sembarangan –lagi dan lagi- dan Anda sudah lelah mengomelinya, “Cukup. Kamu memang tidak mencintaiku, Beib. Ah tidak! Kamu memang sengaja melakukannya. Cukup, Rhoma!” ”Tidak, Ani, aku memang tidak sengaja!” Lalu, Anda menangis dan merasa paling merana dengan iringan lagu Kabhi Alvida Na Kehna.


Sensitifitas Anda terhadap pasangan menjadi baik berlipat-lipat yang mampu membuat pasangan juga menjadi serba salah dan ikut menjadi frustrasi. Sedangkan di rumah pasangan lainnya, mungkin Anda akan kaget jika melihat seorang istri yang tersenyum saat memungut kaos kaki suaminya meskipun diiringi gelengan kepala. Dia ikhlaskan diri dengan kekurangan suami karena dia sudah berbicara ribuan kali kepada lelaki yang tidak pernah absen memuji masakannya. Ia juga ingat bagaimana laki-laki itu kebingungan di malam hari jam dua belas malam dan tetap keluar rumah untuk mencarikan mangga muda berwarna hijau dengan bentuk bulat telur yang daging buahnya putih bersih tidak boleh ada nodanya saat dia mengidam.


“Kamu tidak mencintaiku!”


Anda mungkin memiliki orang tua yang jika berantem mereka tidak meninggalkan satu sama lain. Lalu, saat Anda berantem dengan pasangan, pasangan Anda memilih diam dan pergi. “Kamu selalu pergi saat kita belum selesai bicara! Kamu memang tidak mencintaiku, kan? Kamu menganggap masalah kita sepele?” Selesai bicara, pasangan sudah kelar manjat Mount Everest dan kemping di sana sambil nyanyi Rab Ne Bana Di Jodi dengan air mata berlelehan memikirkan betapa ia sangat mencintai Anda.


Bentrokan budaya bisa memicu kesalahpahaman. Bagaimana kalau Anda bertanya saja mengapa dia selalu pergi saat ada masalah dan bagaimana cara Anda harus memahaminya?


“Kamu terlalu mengatur!”


“Beib, bajumu ganti, deh. Beib, lipstiknya kemerahan. Beib, hati-hati di jalan. Beib, jangan dekat-dekat dengan mantan. Beib, ...” “Apa?!” *berteriak memotong sambil bersiap mengeluarkan jurus Kameha-Meha


Pasangan terlalu mengatur dan Anda memandangnya seolah Anda adalah obyek yang bisa diperlakukan seenaknya. Anda tidak suka itu. Padahal ia melakukannya karena ia sangat peduli dan mencintai Anda. Ia mengekspresikan kekhawatiran atau rasa sayang dengan perilaku yang Anda maknai "penuh dengan kontrol". Pasangan yang terlihat overprotective tentu memiliki concern yang kuat terhadap Anda. Tanyakan saja mengapa ia harus bersikap seperti itu dan apa yang bisa dilakukannya agar bisa lebih bersikap santai.


“Dia selalu mengritik!” 

“Males masak, ntar juga kurang ini-itu. Males dandan ntar dia bilang terlalu menor. Ogah ngasih tahu lihat kerjaan gue, ntar pasti ada yang ngga pas.” Sungguh tak nyaman memiliki suami yang seolah nampak selalu mengritik. Mungkin dia bertumbuh dengan lingkungan yang “sempurna”? Kalau Anda sudah memberinya label, “kesempurnaan” yang berusaha dia bagi dengan Anda –karena dia percaya Anda bisa melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi- mungkin tidak akan pernah bisa Anda tafsirkan sebagai cinta yang tulus.


Anda mungkin akan melempar gaun yang baru Anda beli karena saat pesta semalam, Anda yang sudah sangat sensitif dengan kritikannya harus mendengar dia bilang, “Coba kalau warnanya tidak terlalu merah.” Padahal, di kantor dia menyimpan foto Anda dengan gaun merah itu dan selalu tersenyum memandangnya sambil berpikir meskipun Anda akan terlihat “sempurna” dengan gaun yang warnanya tidak terlalu merah namun baginya Anda sudah terlihat sangat cantik dan itu sangat menentramkan jiwanya. Menjadi sumber kebahagiaan bagi orang yang kita cintai tentu akan sangat mendamaikan hati. #awww


Anda bisa menemukan pendalaman tulisan di:

Jay Dixit: You're Driving Me Crazy!.@PsychologyToday.com. Published on March 1, 2009 - last review on June 9, 2016.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats