Jumat, 09 Desember 2016

Menggambar di Atas Daluang


Tanggal 1 Desember lalu adalah kedatangan saya kedua kali di Museum Tekstil, Tanah Abang, untuk sebuah acara workshop kerajinan Indonesia. Kalau bertahun-tahun lalu saya datang karena pelatihan membatik, sekarang saya datang untuk pelatihan menggambar di atas Daluang.

Apa sih Daluang itu? Daluang adalah kain kulit kayu yang saat ini keberadaannya bisa dibilang langka di Indonesia. Dulu Daluang ini banyak dijumpai dalam budaya masyarakat Jawa dan Sulawesi (yang dikenal sebagai fuya) sebagai bahan untuk pakaian adat dan pakaian sehari-hari namun sekarang hanya dipakai oleh beberapa daerah saja khususnya di Sulawesi Tengah. 

Penampakan potongan Daluang yang akan menjadi media gambar.
Beberapa kabupaten di Sulawesi Tengah seperti Poso, Sigi, Pandiri, Kulawi, dan Gumbasa, masih melestarikan kain kulit kayu. Namun karena perkembangan fashion yang semakin kompleks, kain kulit kayu hanya digunakan untuk pembuatan pakaian adat saja. Padahal banyak sekali potensi kain kulit kayu ini yang diantaranya bisa digunakan sebagai bahan kerajinan pelengkap fashion lainnya seperti tas, sandal, dompet, hingga pernik-pernik seperti bandana. Terbayang, deh, uniknya.

Sebenarnya workshop yang saya ikuti ini merupakan rangkaian dari usaha beberapa pihak untuk mencoba mengambil bagian dalam usaha melestarikan Daluang sebagai warisan budaya yang berharga. Ada juga pamerannya, lho.

Setelah rangkaian acara seperti laporan kegiatan oleh Kepala Museum Seni DKI Jakarta, Pengenalan Kartini Blue Bird sebagai pendukung, pembukaan workshop oleh Asisten Deputi Bidang Kebudayaan DKI Jakarta, dsb. sampailah saatnya saya duduk di bangku untuk segera praktek menggambar di atas Daluang. Ohya, hadir pula Prof. Sakamoto yang merupakan seorang ahli kertas dari Jepang yang juga memiliki perhatian pada pelestarian Daluang di Sulawesi. Tidak ketinggalan, ada Mbak Tanti dari Kumpulan Emak-Emak Blogger yang pagi itu hadir sebagai pembimbing workshop. Asyiknya, saya mendapat teman sebangku yang merupakan illustrator buku anak yang kece badai! Lengkap deh. 

Seremoni pembukaan workshop.


 Suasana pelatihan yang tenang dan nyaman di teras museum.
 
 
Saya (kiri) bersama dengan Herlina (kanan), pengarang sekaligus ilustrator buku anak yang cantik dan ramah.

Gampang ngga sih menggambar dengan media Daluang? Mmm … menggambar di atas Daluang adalah sesuatu yang baru buat saya. Permukaan kainnya kasar dan mudah rusak. Tapi asyik bangetlah! 

Kalau saya rasakan, saya bisa menggunakan beberapa macam alat dan teknik mewarnai di atas Daluang ini. Pagi itu, panitia sendiri hanya menyediakan cat akrilik yang digunakan untuk menggambar di atas media Daluang. Saya hanya menggunakan bahan yang ada. Namun saat melihat teman sebangku saya menambahkan pen marker untuk membuat garis tipis yang dipadukan dengan cat akrilik, penampakan gambar bisa menjadi lebih indah. Eh, tapi pada dasarnya dia memang jago gambar sih XD 

Peralatan tempur saat pelatihan.
Mulai bikin sketsa. Bingung mau gambar apa. tadinya mau doodling aja tapi tiba-tiba kepikir gambar burung hantu.



Makin bingung pas udah mulai kelihatan hasilnya. Agak galau gambar ini mau dikasih warna atau nggak. Ngga jelas banget pikiran waktu itu haha.

Pas udah dikasih warna agak menyesal kenapa ngga mempertahankan keaslian medianya aja biar lebih terekspose. Habis itu coba ditumpuk-tumpuk warnanya makin gak jelas. 
Dan, akhirnya bengong ini gambar kenapa berantakan ya XD

Saya cukup menikmati menggambar di atas Daluang sambil berpikir tentu akan menyenangkan jika warisan budaya yang antik seperti ini lebih bisa dihargai. Selama ini saya suka sekali dengan segala kerajinan yang terbuat dari papyrus Mesir yang ternyata bangsa saya sendiri juga memproduksinya. Namun sayangnya, tenggelam oleh perkembangan jaman yang serba praktis dan ekonomis.

Kenapa Daluang tidak bisa dikategorikan sebagai kain kulit kayu yang tidak praktis dan ekonomis? Ya, karena untuk menghasilkan Daluang sendiri membutuhkan kerja yang tidak sederhana. Para perajin yang rata-rata juga sudah berusia tua itu harus menumbuk kayu, memukul-mukulnya, kemudian memeram, hingga menjemurnya. Dan sayangnya, regenerasi sepertinya tidak berhasil dilakukan. Ditambah ketersediaan bahan baku yang terbatas –para perajin biasanya mengambi kayu Saeh, Malo, maupun Beringin dari kebun atau hutan yang akan menyebabkan kepunahan jika tidak dilakukan penanaman kembali- tentulah sangat memengaruhi harga jual selembar kain kulit kayu.

Sayang sekali, ya? Semoga pihak-pihak yang memiliki perhatian dan sudah bergerak untuk melestarikan budaya Daluang terus memiliki semangat dan kemudahan untuk melakukan konservasi warisan budaya seperti ini. Sebuah bangsa yang kokoh adalah bangsa yang selalu membangun budayanya tanpa meninggalkan sejarah yang mengantarkan kehidupan pada titik kemajuan saat ini, bukan? 

Bye bye!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Supporting KEB

Supporting KEB
Kumpulan Emak Blogger

Histats

Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-out - Powered By Histats